Cara Mendengar Curhat Tanpa Menyakiti Menurut Psikolog

CINTA-NEWS –  Toxic positivity adalah fenomena di mana seseorang merasa tekanan untuk selalu berpikir positif, bahkan saat mereka sedang merasa buruk. Ungkapan seperti “Yuk bisa yuk!” atau “Kamu harus semangat dong!” sering kali terdengar positif. Namun, dalam situasi tertentu, kalimat seperti ini justru dapat membuat orang merasa tidak dimengerti.

“BACA JUGA : 7 Jam Tangan Wanita Terjangkau, Mulai Rp 100.000-an”

Menurut Psikolog UAD Dr. Riana Mashar, S.Psi., M.Si., toxic positivity dapat merusak kualitas komunikasi dan memperburuk kondisi emosional seseorang. “Sering kali, yang kita butuhkan bukan solusi atau nasihat, tapi kehadiran dan pengakuan bahwa emosi kita valid,” ujar Dr. Riana.

Tujuan dari kalimat-kalimat positif seperti ini memang baik, yaitu untuk memberi semangat. Namun, jika kita menyampaikan pesan tersebut tanpa memahami konteks atau perasaan lawan bicara, pesan itu bisa terasa seperti penyangkalan. Sebagai contoh, kalimat seperti “Kamu harusnya bersyukur” atau “Orang lain ada yang lebih susah, lho” bisa membuat seseorang merasa bersalah karena sedang merasa sedih.

Akibatnya, mereka mungkin memilih untuk menutup diri, menarik diri dari orang terdekat, atau bahkan memendam perasaan mereka terlalu lama.

Tanda-tanda Toxic Positivity

Toxic positivity dapat muncul tanpa kita sadari, baik dalam hubungan dengan orang lain maupun diri kita sendiri. Beberapa tandanya antara lain:

• Memberi nasihat positif tanpa mendengarkan cerita lengkap.
• Merasa bersalah saat merasa sedih atau kecewa.
• Memaksa diri untuk selalu tersenyum dan terlihat “baik-baik saja”.
• Menghindari teman yang sedang curhat karena takut merasa “terbebani”.

Menjadi Pendengar yang Lebih Baik

Untuk menjadi pendengar yang lebih baik, ikuti langkah-langkah ini:

1. Tahan keinginan untuk menasihati: Terkadang, cukup dengan mendengarkan dan mengatakan “Aku paham perasaanmu” lebih menenangkan daripada memberikan solusi.
2. Validasi perasaan, bukan menilainya: Gantilah kalimat seperti “Kamu terlalu sensitif” dengan “Wajar kok kalau kamu merasa gitu.”
3. Tawarkan dukungan, bukan dorongan berlebihan: Kalimat seperti “Aku ada di sini kalau kamu butuh” lebih memberikan rasa aman daripada dorongan seperti “Ayo dong, jangan gitu terus!”
4. Amati bahasa tubuh dan ekspresi wajah: Menjadi pendengar bukan hanya soal mendengar, tetapi juga mengamati ekspresi dan bahasa tubuh.
5. Jangan keras pada diri sendiri: Terima emosi negatif dan berikan waktu untuk merawat diri. Menangis atau merasa lelah adalah hal manusiawi dan bagian dari proses penyembuhan.

“BACA JUGA : Meriam Bellina Disangka GERD, Ternyata Alami Serangan Jantung”

Hadir, Dengar, dan Pahami

Menjadi pendengar yang baik tidak perlu sempurna. Kita hanya perlu hadir sepenuhnya, tidak menghakimi, dan memberi ruang agar orang lain menjadi dirinya sendiri. Terkadang, yang paling dibutuhkan adalah seseorang yang duduk diam, mendengarkan dengan hati, dan berkata, “Aku di sini, kamu nggak sendirian.”