JAKARTA, cinta-news.com– Keuntungan tengkulak atau middleman beras bernilai bombastis setelah menjual hasil panen petani di pasaran. Mereka mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp 42 triliun.
Berbanding terbalik, para petani sebagai pelaku usaha yang mengelola lahan sawah untuk menghasilkan padi sebagai komoditas penting di sektor pertanian justru hanya memperoleh keuntungan di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara tegas memaparkan perbedaan besar dalam profitabilitas antara tengkulak dan petani. “Kami menemukan kesenjangan yang sangat timpang dalam rantai distribusi beras ini,” ungkap Amran.Dia mengungkapkan, tengkulak beras bisa meraup keuntungan sebesar Rp 42 triliun.
Para tengkulak meraup keuntungan besar ketika mereka menyusup ke dalam rantai pasok beras nasional. Mereka memposisikan diri sebagai perantara antara petani dan konsumen, mengambil untung dari kedua belah pihak.
Pendidikan Militer KDM: Membebaskan Bukan Menjerakan
Perkaranya, saat mereka berperan dari sentra produksi ke tempat distribusi hingga pengecer membuat harga beras menjadi lebih mahal. “Tengkulak sengama beli murah dari petani, lalu jual mahal ke konsumen!” kecam Amran.
Amran menjelaskan cara tengkulak menghitung keuntungan mereka dengan detail:
- Mengambil selisih harga antara tingkat penggilingan dan eceran
- Contoh konkret:
- Selisih Rp2.000/kg
- Dikalikan total 21 juta ton beras
“Ini praktik yang merugikan petani dan konsumen sekaligus,” tegas Amran.
Amran dengan tegas membeberkan perhitungan mengejutkan saat bertemu wartawan di Kantor Kementerian Pertanian, Rabu (4/6/2025):
“Dengan mengalikan 21 juta ton beras dengan selisih Rp2.000/kg, tengkulak (middleman) mengantongi keuntungan Rp42 triliun!”.
Empat Eks Jenderal TNI Penggagas Pemakzulan Gibran=========
Di balik middleman yang cuan, para petani justru mendapat keuntungan kecil, padahal mereka bekerja lebih keras. Amran mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa petani hanya mampu meraup keuntungan Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per bulan. “Ini angka yang sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup layak,” tegasnya.
“Jangan mempermainkan, kita setengah mati ini berproduksi, kita setengah mati bantu petani. Tahu enggak uangnya petani? Petani mendapatkan per bulan, satu keluarga itu hanya Rp 1 juta, Rp 1,5 juta per bulan,” paparnya.
“Kerja banting tulang di lapangan selama 3 bulan 4 bulan bekerja keras, terus dipermainkan,” beber dia.
Untuk diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri mulai menginvestigasi dugaan mafia beras di Pasar Beras Induk Cipinang (PIBC). Penyelidikan tersebut dimulai pada Selasa (3/6/2025).
6 Rekomendasi Foundation Matte, Cocok untuk Kulit Berminyak
Amran secara rinci memaparkan dugaan tindak pidana ini berkaitan dengan lonjakan pengeluaran beras dari gudang PT Food Station Tjipinang Jaya (Perseroda). “Volume beras yang keluar dari gudang perusahaan jauh lebih tinggi dari angka normal,” jelasnya.
Per 28 Mei 2025, volume beras yang keluar dari gudang Cipinang mencapai 11.410 ton. Angka ini melonjak dari volume normal hari-hari sebelumnya yang berada di kisaran 2.000 ton hingga 3.000 ton.
“Satgas sudah turun. Alasannya (dari Food Station Tjipinang Jaya) katanya, oh salah hitung. Apa? Koreksi? Macem-macem alasannya, baru statement. Kejar juga yang statement di sana (Food Station Tjipinang Jaya),” ucapnya.
Karena investigasi masih berjalan, Amran menyatakan belum bisa merinci lebih lanjut tentang 11.410 ton beras yang mengalir ke luar. Namun, dia mencurigai pihak-pihak tertentu telah memblending beras tersebut dan menjualnya dengan harga di atas pasaran.