JAKARTA, cinta-news.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima lima permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Suhartoyo sebagai Ketua MK menolak lima permohonan uji materi (55-79/PUU-XXIII/2025) dalam putusan 5 Juni 2025.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan, salah satu permohonan hanya menjelaskan kerugian pemohon sebagai warga
sipil dan mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengakses informasi terkait pembentukan Undang-Undang TNI.
Namun, pemohon tidak menguatkan dalil ini dengan bukti bahwa mereka pernah meminta akses informasi terkait pembentukan UU TNI.
Meminta akses informasi terkait pembentukan UU TNI.
Menurut Saldi, tidak ada satu pun upaya aktif atau tindakan nyata dari para pemohon dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025,
misalnya kegiatan seminar, diskusi, tulisan pendapat para pemohon kepada pembentuk Undang-Undang, ataupun kegiatan lain yang dapat menunjukkan
Golkar: Tak Ada Alasan Pemakzulan untuk Gibran
keterlibatan para pemohon dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025.
“Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, pemohon pertama secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak pernah terlibat atau melakukan aktivitas apa pun yang dapat diartikan
Pemain Naturalisasi China Sebut Timnas Indonesia Tidak Kompak
sebagai upaya nyata secara aktif dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025 dan hanya mengetahui pemberitaan melalui media,” kata Saldi.
“Dengan demikian, menurut mahkamah, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” ucapnya.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pembentuk undang-undang telah melanggar prosedur pembentukan beleid, khususnya dalam
Prabowo Perkenalkan Borobudur ke Macron
tahapan perencanaan dan pembahasan UU TNI.
Para pemohon menilai pembentuk peraturan telah melanggar beberapa asas dalam UU P3 Pasal 5 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pembentuk peraturan harus memenuhi tujuh asas: (1) kejelasan tujuan, (2) ketepatan lembaga/pejabat pembentuk, (3) kesesuaian jenis, hierarki, dan materi muatan, (4) keterlaksanaan, (5) kedayagunaan dan kehasilgunaan, (6) kejelasan rumusan, serta (7) keterbukaan.
Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,
Mantan Ajudan BJ Habibie Ungkap Isu Racun dan Teror Pasukan Liar Saat Habibie Jadi Presiden
seluruh tahapan pembentukan peraturan—mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan dan pengundangan—harus dilaksanakan secara transparan dan terbuka.
Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.