Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!
News  

Pasca Operasi AS Tewaskan 17 Warga, Venezuela Siagakan Milisi Sipil untuk Hadapi Ancaman

CARACAS, Cinta-news.com – Pemerintah Venezuela membuat langkah mengejutkan dengan mengerahkan milisi sipil. Mereka bersiaga penuh untuk menghadapi ancaman potensial dari Amerika Serikat. Langkah ini merupakan respons atas operasi angkatan laut AS di Karibia Selatan yang menewaskan 17 orang.

Edith Perales, seorang wanita berusia 68 tahun, dengan semangat mengungkapkan statusnya sebagai anggota Milisi Bolivarian Nasional. Mendiang Presiden Hugo Chávez membentuk milisi ini pada 2009. Perales masih mengingat pesan Chavez, “Kita harus menjadi negara yang mampu mempertahankan setiap jengkal wilayah kita.” Kini, setelah lebih dari satu dekade, ia kembali mengenakan seragam dan sepatu botnya. Ia berjaga di lingkungan tempat tinggalnya di Caracas. “Saya siap mengabdi kapan pun dipanggil. Kita harus membela tanah air,” tegasnya kepada BBC. Seruan ini sejalan dengan pernyataan Presiden Nicolas Maduro pasca serangan terhadap kapal Venezuela.

Di sisi lain, Angkatan Laut AS menyebut operasi mereka sebagai misi antinarkotika. Mereka menghancurkan tiga kapal yang dituduh membawa narkoba dari Venezuela. Operasi ini mengakibatkan 17 orang tewas. Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, mengecam langkah Washington ini. Ia menyebutnya sebagai “perang yang tidak dideklarasikan”. Oleh karena itu, Maduro segera memerintahkan milisi sipil untuk aktif bertugas.

Meski begitu, sejumlah analis menilai pengerahan pasukan AS tidak mengindikasikan invasi. Namun, ketegangan kedua negara memang semakin memanas. Pemicu utamanya adalah kembalinya Donald Trump sebagai presiden AS.

Terutama, AS dan beberapa negara lain menolak mengakui kemenangan Maduro pada Juli 2024. Mereka menuduh adanya kecurangan pemilu. Sementara oposisi menyebut Edmundo Gonzalez sebagai pemenang sah. Tidak hanya itu, Trump juga memasukkan geng kriminal Venezuela, Tren de Aragua, ke daftar teroris. Akibatnya, AS menggunakan keputusan ini untuk mendeportasi migran Venezuela. Mereka juga melancarkan operasi militer di Karibia. Lebih parah lagi, pemerintah AS menaikkan hadiah untuk informasi penangkapan Maduro menjadi 50 juta dollar AS. Maduro sendiri membantah semua tuduhan tersebut.

Selanjutnya, Maduro memerintahkan Angkatan Bersenjata untuk melatih milisi sipil. Contohnya, latihan ini digelar di berbagai permukiman miskin, termasuk Petare. Akhirnya, tentara mendatangi warga dengan membawa tank dan senapan. Mereka juga membagikan poster instruksi. Bahkan, anak-anak dan perempuan antusias menyaksikan latihan tersebut.

“Jika saya harus mengorbankan nyawa dalam pertempuran, saya akan melakukannya,” ujar Francisco Ojeda, pria 69 tahun. Ia memegang senapan AK-103 dengan dibimbing seorang tentara. Serupa dengan itu, Glady Rodriguez (67) juga menyampaikan semangatnya. “Kami tidak akan membiarkan pemerintah AS menyerang,” tegas wanita yang baru bergabung dengan milisi ini. Namun begitu, tidak semua warga merasa yakin. Misalnya, Yarelis Jaimes (38) mengaku gugup saat pertama kali memegang senjata. “Saya merasa sedikit nervous, tetapi saya yakin bisa,” ujarnya.

Walaupun demikian, Maduro ternyata mengirim surat kepada Washington untuk meminta pertemuan. Sayangnya, Gedung Putih menolak tawaran itu. Sementara itu, warga di Petare sibuk berlatih dengan senjata. Kehidupan di luar wilayah kekuasaan Madruo justru berjalan normal. Hanya sedikit perhatian yang diberikan pada isu invasi. Pada intinya, seorang peserta latihan berkomentar, “Yang penting adalah membiasakan diri dengan senjata; kita membidik sasaran dan mengenai sasaran.”

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version