Cinta-news.com – Sebuah musibah luar biasa mengguncang Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada Senin (29/9/2025) sore, tepatnya sekitar pukul 14.40 WIB, bangunan musala tiga lantai itu tiba-tiba ambruk dan menimbulkan kepanikan massal. Lebih mengerikan lagi, runtuhan bangunan tersebut menimpa puluhan santri yang sedang khusyuk melaksanakan salat Ashar berjamaah. Struktur lantai tiga dan dua yang roboh itu membuat banyak santri terluka dan terjebak dalam reruntuhan.
Kami berhasil menghimpun kesaksian mata dari lokasi kejadian yang sungguh mencekam. Sebagai contoh, Ketua RT 07 RW 03 Desa Buduran, Munir, menyaksikan langsung tragedi mengerikan ini dari rumahnya. Dengan suara bergetar, ia menceritakan bagaimana dirinya mendengar suara gemuruh dahsyat dan merasakan getaran kuat yang membuatnya mengira terjadi gempa bumi. “Saya posisi di rumah, sepertinya ada suara gemuruh dan getaran. Seperti ada gempa, kaget saya pas keluar ada banyak debu. Waduh pondok!” ujar Munir, menggambarkan kepanikan saat itu.
Kemudian, seorang santri yang menjadi korban langsung memberikan kesaksian lebih detail. Wahid, santri kelas tujuh Madrasah Tsanawiyah (MTS) Al Khoziny, dengan jelas mengungkapkan bahwa bangunan musala sempat menunjukkan tanda-tanda tidak stabil. “Ketika masuk rakaat kedua bagian ujung musala ambruk, lalu merembet ke bagian lain gedung,” tutur Wahid pada hari yang sama. Syukurlah, dengan naluri penyelamatan yang kuat, ia berhasil menyelamatkan diri dan bahkan mengajak serta santri lainnya untuk segera mengevakuasi diri dari bangunan yang runtuh. Wahid juga mengungkap fakta mengejutkan bahwa lebih dari 100 santri sedang melaksanakan salat berjamaah saat musibah dahsyat ini terjadi!
Lalu, apa yang sebenarnya memicu bangunan itu runtuh? Ternyata, pihak pondok pesantren sedang melakukan renovasi intensif pada bangunan musala tersebut, dengan menambah ruang baru di lantai tiga. KH Raden Abdus Salam Mujib, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, kemudian mengonfirmasi hal ini. Dengan wajah penuh penyesalan, ia menjelaskan bahwa proses pengecoran lantai tiga baru saja mereka selesaikan beberapa jam sebelum kejadian. “Proses pengecoran dari pagi, siang sudah selesai,” papar Salam. Mereka merencanakan gedung musala tiga lantai itu sebagai musala di lantai pertama dan balai pertemuan di lantai dua dan tiga. Sayangnya, Sang Pengasuh menduga bahwa struktur bangunan yang baru selesai mereka cor itu tidak kuat menopang beban, sehingga akhirnya menyerah dan memicu musibah tragis. “Saya tidak ikut mengimami shalat berjamaah Ashar tersebut,” tambahnya, menyiratkan rasa syukur sekaligus pilu.
Namun, plot twist terbesar justru Bupati Sidoarjo, Subandi, yang mengungkapkannya. Saat diwawancarai di lokasi kejadian, dengan tegas ia menyatakan bahwa bangunan musala tersebut TIDAK MEMILIKI Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sah! “Ini bangunan melanjutkan, saya tanyakan izin-izinnya mana, tetapi ternyata nggak ada. Tadi ngecor lantai tiga, karena konstruksi tidak standar, jadi akhirnya roboh,” tegas Subandi tanpa tedeng aling-aling. Lebih lanjut, Bupati menyoroti pola pelanggaran serupa yang sering kali banyak pondok pesantren di wilayah Sidoarjo abaikan. “Banyak pondok kadang langsung bangun tanpa IMB, baru setelah selesai izinnya diurus. Padahal IMB harus dilakukan dulu agar konstruksi sesuai standar,” jelasnya menegaskan pentingnya prosedur keselamatan.
Sayangnya, meski proses evakuasi berlangsung, tim penyelamat tidak dapat menyelamatkan satu nyawa. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Jules Abraham Abast, secara resmi mengonfirmasi kabar duka ini. “Satu korban meninggal dunia dan saat ini sedang proses pemulangan terhadap korban meninggal,” ungkap Kombes Pol Abast dengan berat hati. Korban meninggal dunia tersebut adalah Maulana Affan Ibrahimafic, seorang remaja berusia 15 tahun yang penuh dengan masa depan. Pemuda malang ini berasal dari Kalianyar Kulon, Gang 9 No 5, Kelurahan Pabean, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya. Total, tim evakuasi berhasil menyelamatkan 79 santri dari lokasi kejadian, sementara satu jiwa harus menjadi korban kegagalan sistem dan prosedur.
Dengan demikian, tragedi ambruknya Musala Ponpes Al-Khoziny ini bukan hanya sekadar musibah struktural, tetapi juga menjadi tamparan keras tentang pentingnya kepatuhan terhadap peraturan dan standar keselamatan konstruksi. Setiap nyawa merupakan tanggung jawab yang tidak boleh kita anggap remeh.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
