Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!
News  

17 Orang Tewas dalam Aksi Penembakan oleh Aparat ke Arah Pengunjuk Rasa di Nepal

KATHMANDU, Cinta-news.com – Demo di Nepal berubah menjadi tragedi berdarah setelah aparat kepolisian secara membabi buta melepaskan tembakan ke arah massa yang tengah memprotes kebijakan pemerintah. Akibatnya, insiden pada Senin (8/9/2025) itu menewaskan sedikitnya 17 orang dan melukai 145 lainnya, seperti yang CNN laporkan pada hari yang sama. Pejabat kepolisian Shekhar Khanal menyatakan bahwa 28 anggota polisi juga mengalami luka-luka. Meski begitu, aksi unjuk rasa dalam skala kecil masih terus berlangsung hingga Senin malam di beberapa titik ibu kota Kathmandu.

Selanjutnya, aksi demonstrasi terbesar berpusat di sekitar gedung parlemen Nepal. Ribuan massa memadati jalanan untuk menentang kebijakan pemerintah yang memblokir platform media sosial seperti Facebook, X (Twitter), dan YouTube. Pemerintah beralasan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi tersebut gagal mendaftar secara resmi dan menolak tunduk pada pengawasan dalam negeri. Kemudian, dalam aksi yang penuh emosi, para pengunjuk rasa berhasil menerobos barikade kawat berduri dan memaksa pasukan anti-huru-hara mundur ke dalam kompleks parlemen. Namun, situasi memanas itu justru direspons dengan tembakan oleh polisi ke arah kerumunan massa.

Akibatnya, ketegangan semakin memuncak dan memaksa pemerintah memberlakukan jam malam darurat di area parlemen, sekretariat pemerintah, istana presiden, serta beberapa titik vital lainnya di Kathmandu. Sementara itu, korban terus berjatuhan. Tujuh orang tewas dan puluhan lainnya dengan luka berat segera dilarikan ke National Trauma Center, rumah sakit utama di pusat kota Kathmandu. “Banyak dari mereka dalam kondisi kritis dengan luka tembak di area kepala dan dada,” jelas dokter Badri Risal. Di luar rumah sakit, keluarga korban menunggu dengan cemas, sementara ratusan warga mengantre untuk mendonorkan darah. Sambil mengibarkan bendera nasional, massa terus meneriakkan yel-yel, “Hentikan larangan media sosial, hentikan korupsi bukan media sosial!”

Uniknya, demo di Nepal kali ini dijuluki sebagai demonstrasi Generasi Z, yang digerakkan oleh anak muda kelahiran tahun 1995 hingga 2010. Mereka menjadi penggerak utama yang vokal menentang RUU larangan media sosial. Sebelumnya, pemerintah Nepal telah mengajukan rancangan undang-undang baru ke parlemen. RUU ini bertujuan memastikan platform media sosial “dikelola dengan baik, bertanggung jawab, dan akuntabel.” Aturan tersebut juga mewajibkan perusahaan teknologi untuk menunjuk kantor perwakilan di Nepal. Namun, hingga saat ini, hanya TikTok, Viber, dan tiga platform kecil lainnya yang mendaftar dan tetap beroperasi. Sementara puluhan aplikasi media sosial populer lainnya sudah diblokir sejak pekan lalu.

Tak pelak, RUU larangan media sosial ini menuai kritik pedas dari berbagai kelompok hak asasi manusia. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi menjadi alat sensor pemerintah untuk membungkam kebebasan berekspresi. Bahkan, pada 2023 lalu, pemerintah Nepal pernah melarang TikTok dengan alasan mengganggu kerukunan sosial dan menyebarkan konten tidak senonoh. Larangan itu akhirnya dicabut tahun lalu setelah platform tersebut berjanji mematuhi aturan dalam negeri. Kini, masyarakat internasional kembali mempertanyakan komitmen Nepal terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Analisis Pakar: Mengapa Kebijakan Ini Berbahaya?
Para pengamat kebebasan digital menilai langkah pemerintah Nepal sangat represif dan tidak proporsional. Alih-alih menyelesaikan masalah pendaftaran perusahaan teknologi dengan dialog, pemerintah justru memilih jalan kekerasan dan pembungkaman. Padahal, media sosial telah menjadi sarana vital bagi generasi muda untuk menyuarakan aspirasi dan mengkritik kebijakan publik. Kebijakan ini tidak hanya memicu kemarahan warga, tetapi juga berpotensi merusak citra Nepal di mata dunia internasional. Tragedi berdarah ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah mana pun untuk tidak menanggapi demonstrasi damai dengan kekerasan senjata.

Dampak Blokir Media Sosial bagi Masyarakat Nepal
Blokir media sosial secara paksa telah memicu dampak yang sangat luas. Pertama, para pelaku usaha kecil dan kreator konten kehilangan mata pencaharian utama mereka. Kedua, akses informasi publik menjadi terhambat, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan berita terbaru. Ketiga, dunia pendidikan ikut terdampak karena banyak sekolah dan kampus yang mengandalkan platform digital untuk proses belajar mengajar. Oleh karena itu, berbagai lapisan masyarakat, khususnya generasi muda yang sangat bergantung pada dunia digital, secara tegas menolak kebijakan ini.

Bagaimana Masyarakat Internasional Bereaksi?
Komunitas global mulai menyoroti tindakan keras pemerintah Nepal. Amnesty International mengecam penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat dan mendesak diadakannya investigasi independen. Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga meminta Nepal untuk mencabut blokir media sosial dan menghormati hak digital warga negaranya. Masyarakat internasional mendesak pemerintah Nepal agar membuka mata, mengubah kebijakan secara konkret, dan mengutamakan jalan dialog yang damai.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Masa depan Nepal kini berada di ujung tanduk. Jika pemerintah terus bersikeras mempertahankan kebijakan blokir media sosial, maka demonstrasi akan semakin meluas dan berpotensi memicu konflik horizontal. Sebaliknya, jika pemerintah mendengarkan suara rakyat dan mencabut aturan tersebut, maka perdamaian dan stabilitas dapat kembali pulih. Keputusan ada di tangan pemerintah Nepal: apakah akan belajar dari kesalahan ini atau justru terus mempertahankan jalan kekerasan?

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *