WASHINGTON, cinta-news.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani aturan baru pada Rabu (4/6/2025) malam yang memberlakukan larangan masuk AS bagi warga dari 12 negara, dengan alasan risiko keamanan nasional.
Selain larangan penuh bagi 12 negara, pemerintah AS juga mengeluarkan kebijakan larangan parsial untuk tujuh negara lainnya
Ke-12 negara yang terdampak penuh adalah Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Sementara itu, warga dari Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela akan menghadapi pembatasan sebagian.
Menurut Gedung Putih, kebijakan ini merupakan bentuk pemenuhan janji kampanye Trump untuk melindungi rakyat AS dari orang asing berbahaya yang menyebabkan kerusakan.
Trump Bersikeras Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing
“Presiden Trump memenuhi janjinya untuk melindungi warga Amerika dari orang asing berbahaya yang ingin datang ke negara kita dan menimbulkan ancaman. Pembatasan yang masuk akal ini bersifat spesifik per negara,” tulis Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih Abigail Jackson di platform X.
Aturan ini juga mencantumkan pengecualian untuk penduduk tetap yang sah, anak adopsi, visa khusus Afghanistan, pemegang visa diplomatik, atlet, visa imigran anggota keluarga dekat, serta individu yang memiliki kepentingan nasional AS.
Seorang pejabat Gedung Putih mengungkapkan bahwa Trump semula sudah mempertimbangkan larangan ini, namun peristiwa penyerangan bernada
Elon Musk Tinggalkan Pemerintahan Donald Trump
antisemit di Colorado pada pekan lalu mempercepat keputusannya.
Pejabat anonim menegaskan, serangan tersebut membuktikan betapa mendesaknya kebijakan ini harus diterapkan.
Pemerintah mengeluarkan larangan ini kurang dari lima bulan setelah pelantikan Trump untuk masa jabatan kedua.
Di hari pertama jabatannya, Trump keluarkan perintah eksekutif yang wajibkan menteri catat negara dengan keamanan informasi terburuk.
Kebijakan terbaru ini mengingatkan pada larangan perjalanan kontroversial pada masa jabatan pertama Trump (2017-2021), yang saat itu
Donald Trump Akan Akui Negara Palestina
menargetkan tujuh negara mayoritas Muslim.
Presiden Joe Biden mencabut kebijakan tersebut pada awal masa jabatannya tahun 2021, setelah sebelumnya menghadapi tantangan hukum.