Reformasi Kebijakan Pendidikan untuk Kesejahteraan Dosen

cinta-news.com – DOSEN seringkali disebut sebagai garda depan peradaban, pelita dalam gelapnya ketidaktahuan, dan motor penggerak kemajuan bangsa.

Ironisnya, di balik segala penghormatan simbolik tersebut, nasib kesejahteraan dosen di Indonesia masih jauh dari kata layak.

Ketimpangan penghasilan, beban administratif menumpuk, dan ketidakpastian status kerja menjadi realitas sehari-hari yang justru menggerus semangat intelektual.

Sudah saatnya negara menata ulang kebijakan pendidikan tinggi dengan menjadikan kesejahteraan dosen sebagai pondasi utama pembangunan mutu akademik.

Tanpa itu, visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi retorika, karena tidak mungkin kualitas pendidikan ditingkatkan dengan mengabaikan kesejahteraan aktor utamanya.

Asisten Kepala Toko Beri Kode “Gas” Saat Rampok Minimarket

Berdasarkan data PDDikti, jumlah dosen tetap di Indonesia mencapai sekitar 300.000 orang, tersebar di perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Namun, tidak semua menikmati status kerja yang pasti. Banyak dosen di perguruan tinggi swasta (PTS), terutama di daerah, berstatus kontrak tanpa jaminan pensiun, tunjangan kesehatan layak, maupun penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup minimum.

Dalam laporan Kemendikbudristek tahun 2023, rata-rata penghasilan dosen di PTS kecil hanya berkisar Rp 1 juta – Rp 3 juta per bulan.

Bandingkan dengan tanggung jawab mereka: mengajar, meneliti, mengabdi kepada masyarakat, dan kini juga dibebani administrasi akreditasi, pelaporan BKD (Beban Kerja Dosen), hingga syarat publikasi ilmiah yang makin berat.

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan status BLU atau PTNBH menunjukkan kondisi yang lebih baik dalam hal ini.

5 Program Bantuan Pendidikan Pemerintah yang Wajib Kamu Coba, dari SD-SMP hingga S1-S3

Namun, kesejahteraan dosen di PTN pun tetap tidak merata. Tunjangan profesi dosen (TPD), yang seharusnya menjamin insentif berbasis kompetensi, kerap terhambat pencairannya akibat aturan teknis yang kaku dan beban verifikasi yang tidak efisien.

Jika kita lihat fenomena asimetri ini menggambarkan bahwa sistem pendidikan tinggi kita masih memosisikan dosen sebagai alat birokrasi, bukan sebagai mitra intelektual negara.

Beban kerja administratif yang berlebihan secara aktif menghambat dosen dari aktivitas akademik substantif, alih-alih memfasilitasi mereka untuk berkarya.

Penelitian menjadi beban, bukan kesempatan. Kebijakan akreditasi mengubah dinamika publikasi ilmiah: dari ruang diskusi akademik menjadi lomba akumulasi poin kredit yang hampa makna.

Sistem penilaian kaku memprioritaskan akumulasi angka ketimbang pengembangan substansi keilmuan.

Secara regulasi, Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi telah membuka peluang reformasi kurikulum dan kebebasan akademik.

Rampok Kakak Rp230 Juta untuk Mobil & Judi Online

Namun, belum ada aturan pelaksana yang secara tegas mengintegrasikan isu kesejahteraan dosen sebagai bagian dari mutu pendidikan tinggi.

Di sisi lain, pemerintah meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar untuk membuka ruang kreativitas, tetapi gagal menyertakan kebijakan afirmatif bagi dosen sebagai pelaku utamanya.

Institusi pendidikan sering memaksa dosen berinovasi tanpa menyediakan anggaran, sumber daya, atau insentif yang memadai. Hasilnya adalah beban ganda: ekspektasi tinggi dari pemerintah tanpa penyokong institusional yang memadai.

Kebijakan pendidikan tinggi harus menempatkan kesejahteraan dosen sebagai inti reformasi. Pemerintah harus segera mewujudkan beberapa arah kebijakan strategis.

Pertama, negara perlu membentuk “National Lecturer Welfare Framework”, yaitu kerangka kebijakan nasional yang menjamin standar minimum kesejahteraan dosen, termasuk di PTS.

Gaji THR Rp10 Juta Karyawan Serang Lenyap Digasak Perampok

Ini bisa berupa skema subsidi silang, jaminan tunjangan tetap, dan perlindungan sosial yang merata, terlepas dari status negeri atau swasta.

Kedua, penyederhanaan beban administratif harus menjadi agenda prioritas.Pemerintah/Kemenristekdikti harus menyederhanakan indikator pelaporan sekaligus mendigitalisasi sistem beban kerja dosen.

Fokus pada kualitas, bukan sekadar kuantitas. Beban administratif yang tak proporsional justru membunuh produktivitas akademik.

Ketiga, pemerintah/Kemenristekdikti harus meninjau ulang regulasi jabatan fungsional dosen agar lebih adaptif dengan realitas kerja akademik.Banyak dosen muda tertahan kenaikan pangkatnya karena terjebak dalam sistem angka kredit yang rigid dan tidak relevan dengan dinamika keilmuan terkini.

Keempat, negara harus mendorong perguruan tinggi sebagai ekosistem intelektual yang sehat. Institusi pendidikan wajib memfasilitasi kolaborasi akademik, mendorong riset multidisipliner, dan mengembangkan kapasitas dosen—bukan memperlakukan mereka sekadar sebagai buruh administratif.

Kelima, reformasi Tunjangan Profesi Dosen (TPD) perlu dilakukan. Saat ini, mekanisme TPD terlalu administratif dan cenderung menghukum.

Cerita Saksi Mata Lihat Minibus Terguling di Karanganyar

Pemerintah harus mengubah TPD menjadi instrumen afirmatif yang secara aktif mengapresiasi inovasi dan dedikasi akademik dosen, bukan sekadar memberikan reward tahunan berbasis laporan administratif.

Mustahil membangun pendidikan tinggi yang bermutu jika negara terus menutup mata terhadap realitas kesejahteraan dosen.

Kebijakan yang hanya fokus pada output kurikulum, digitalisasi pembelajaran, atau internasionalisasi perguruan tinggi akan selalu gagal jika kualitas hidup dosennya terabaikan.

Menata ulang kebijakan pendidikan tinggi yang menyejahterakan dosen bukan soal belas kasihan, tetapi kebutuhan strategis nasional. Bangsa besar adalah bangsa yang merawat para pendidiknya, bukan hanya menghitung angka akreditasi.

Jika sistem pendidikan tinggi terus memaksa dosen menjadi ‘robot administratif’ tanpa penghargaan, maka ia akan mengubah perguruan tinggi Indonesia menjadi sekadar pabrik penghasil gelar, bukan tempat pembentuk karakter dan ilmu yang bermakna.

Sudah waktunya negara hadir, bukan sekadar memberi target, tapi menjamin masa depan. Untuk dosen yang lebih sejahtera, pendidikan tinggi yang lebih bermakna, Indonesia yang sungguh ingin maju.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Slot Online NewsintercommposaktimposaktiAatotoSlot gacorAATOTOSlot GacorAATOTOMotoslotMotoslotSlot Gacor Hari IniAatotoSlot Gacor QRISSlot gacor Hari IniRRC4DMposakticomputerdataalazharcairobnaSlot GacorstikesindahikipgunungsitolistiamuhammadiyahselongBerita DaerahIzin Daerahmposaktiaatoto judi bolamposaktimposaktiRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP MAHJONGRTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTCAS55CAS55CAS55CAS55CAS55CAS55RTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PRAGMATICRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaCerita DuniaPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARPASTI BAYARRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTStarlight PrincessStarlight Princess">Starlight PrincesStarlight Princess">Starlight PrincesStarlight Princess">Starlight PrincesStarlight Princess">Starlight PrincesStarlight Princess">Starlight PrincesStarlight PrincesStarlight PrincesStarlight PrincesStarlight PrincesStarlight PrincesRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP MAHJONG WAYSRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP LIVERTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFTRTP PGSOFT