cinta-news.com- KETERAMPILAN sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain secara positif dan efektif.
Sejak dini, anak-anak mulai berinteraksi dengan orang tua, teman sebaya, serta lingkungan mereka, baik di rumah maupun di sekolah.
Oleh karena itu, interaksi dengan orang terdekat, terutama orangtua, membentuk keterampilan sosial, bukan muncul begitu saja.
Pola asuh dan kehadiran orangtua memiliki peran penting dalam membentuk cara anak berbicara, merespons situasi, serta berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pentingnya keterampilan sosial bagi anak-anak sangat jelas. Tanpa keterampilan ini, anak dapat kesulitan dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
Kondisi ini dapat meningkatkan risiko kesepian, stres, hingga depresi yang berdampak buruk bagi kesehatan mental anak (Bowlby, 1969).
Pola asuh yang baik membantu anak mengembangkan keterampilan sosial untuk berinteraksi secara efektif dan positif.
Menurut Bowlby (1969), hubungan yang stabil dengan orangtua membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan diri dan keterampilan sosial,
yang penting untuk berinteraksi dengan orang lain.
Jean Piaget juga mengamati bahwa keterlibatan orangtua dapat mempercepat perkembangan kognitif anak.
Komunikasi yang positif dan stimulasi kognitif dari orangtua memberikan pengetahuan sosial yang memperkaya pengalaman anak dalam berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak yang memiliki keterampilan sosial yang baik mampu berbicara dengan sopan, berbagi dengan teman,
serta mengucapkan kata-kata seperti “terima kasih” dan “maaf” dalam situasi yang tepat.
Mereka juga dapat mengatur emosinya dengan baik dan tidak mudah marah atau menangis berlebihan ketika merasa kesal.
Anak-anak ini mampu menjalin kerja sama dengan teman dan menunjukkan empati, seperti peduli saat teman merasa sedih.
Sebagai langkah awal dalam pembentukan keterampilan sosial anak, orangtua memiliki peran yang sangat penting.
Orangtua menciptakan fondasi kuat untuk perkembangan sosial anak melalui interaksi positif dan dukungan emosional.
Ini sesuai dengan pandangan Albert Bandura (1997) yang mengatakan bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan perilaku orang terdekat, terutama orangtua.
Pola asuh orangtua akan membentuk perilaku dan sikap anak dalam berinteraksi dengan orang lain.
Pola asuh otoritatif (hangat tapi tegas) membantu anak mengembangkan keterampilan sosial yang baik.
Metode pengasuhan ini mengembangkan komunikasi dua arah, mendorong inisiatif anak, dan memberikan kontrol yang proporsional sesuai usia dan tahap perkembangannya.
Pemain Naturalisasi China Sebut Timnas Indonesia Tidak Kompak
Pendekatan ini menetapkan batasan jelas namun fleksibel, membuat anak merasa didengarkan dan dihargai. Hal ini penting untuk mengasah kemampuan problem solving anak sebagai bagian dari keterampilan sosial mereka.
Chen, Dong, & Zhou (1997) membuktikan bahwa anak-anak dengan pola asuh otoritatif mengembangkan keterampilan sosial lebih
baik daripada anak-anak yang orangtuanya menerapkan pola asuh otoriter.
Pola asuh otoritatif menjadi prediktor bagi sifat altruisme, kemampuan berkomunikasi dengan baik, dan kemampuan berempati, yang semuanya penting untuk hubungan sosial yang sehat.
5 Tips agar Anak Tidak Cepat Bosan Membaca Buku
Selain itu, pendidikan moral sejak dini juga sangat membentuk keterampilan sosial anak.
Orangtua yang mengajarkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan, dan empati kepada anak dapat membantu mereka memahami perasaan orang lain dan membangun hubungan yang positif dalam kelompok sosial mereka.
Bartholomeu et al. Penelitian (2016) mengungkapkan bahwa orangtua dapat memperkuat kemampuan sosial anak melalui pendidikan moral, terutama bila mereka mengombinasikannya dengan pengasuhan suportif dan pemantauan positif.
Selain pendidikan moral, pemantauan positif dari orangtua sangat penting. Pemantauan positif bukan hanya sekadar pengawasan, tetapi perhatian emosional dan kasih sayang yang konsisten.
Generasi Z Resign: Kombinasi Beban Kerja Dan Stres
Orangtua yang hadir secara emosional dalam kehidupan anak memberikan dukungan penting, baik saat anak menghadapi situasi sulit maupun dalam proses perkembangan sosialnya.
Di sisi lain, pola asuh yang tidak tepat dapat berdampak buruk pada perkembangan sosial dan emosional anak.
Misalnya, pola asuh otoriter yang hanya fokus pada aturan yang ketat tanpa memberikan dukungan emosional, atau pola asuh permisif yang membiarkan anak tanpa batasan jelas, dapat menghambat pembentukan keterampilan sosial anak.
Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh otoriter cenderung menjadi pribadi yang tertutup, mudah tersinggung, dan sulit beradaptasi dengan lingkungan sosial.
Pola asuh permisif seringkali menghasilkan anak-anak dengan perilaku kurang disiplin dan ketidaksiapan menghadapi konsekuensi.
Pola asuh yang paling berisiko adalah pola asuh lepas tangan atau neglectful, di mana orangtua tidak terlibat secara emosional maupun pengawasan dalam kehidupan anak.
Anak-anak yang merasa diabaikan cenderung mencari perhatian melalui perilaku negatif, seperti kenakalan atau pergaulan bebas. Mereka juga lebih rentan mengalami kegagalan akademik akibat kurangnya arahan dan dukungan.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memahami dampak dari pola asuh yang mereka terapkan.
Peran orangtua tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan fisik anak, tetapi juga mencakup pembentukan karakter, nilai moral, dan dukungan emosional yang konsisten.
Dengan pola asuh yang tepat, anak dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara mental, sosial, dan emosional serta mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.