Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!

Pakar Unair Ungkap Potensi Pelanggaran Hak Anak Pada Barak Militer

Pakar Unair Ungkap Potensi
Pakar Unair Ungkap Potensi

Cinta-news.com – Pakar Unair Ungkap Potensi Pelanggaran Hak Anak Pada Barak Militer. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru saja meluncurkan program kontroversial yang langsung memicu perdebatan. Program ini mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk pendidikan karakter. Meski banyak yang mendukung karena dianggap bisa membentuk kedisiplinan, para ahli justru memperingatkan adanya risiko pelanggaran hak anak.

Pakar Unair Ungkap Potensi. Zendy Wulan Ayu Widhi Prameswari, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), menyoroti bahwa program ini perlu dikaji lebih serius. Pasalnya, program ini menyasar anak-anak usia sekolah yang seharusnya mendapat perlindungan khusus. Dari sudut pandang hukum, kebijakan ini berpotensi bertentangan dengan Konvensi Hak Anak yang sudah berlaku di Indonesia.

Zendy menegaskan, barak militer bukanlah tempat yang ideal untuk anak-anak. “Lingkungan militer berisiko tinggi melanggar prinsip Hak Hidup, Kelangsungan, dan Perkembangan Anak,” jelasnya. Ia menambahkan, tempat seperti itu justru bisa memicu kekerasan fisik maupun psikis karena tidak sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang anak.

Zendy juga mengajukan pertanyaan kritis: “Apakah pemerintah, sekolah, atau orang tua benar-benar melibatkan anak-anak dalam mengambil keputusan ini? Atau jangan-jangan mereka justru memaksa tanpa mendengarkan suara anak-anak sama sekali?”

Jika tidak ada partisipasi anak, program ini berpotensi melanggar prinsip penghargaan terhadap pendapat anak dalam Konvensi Hak Anak.

Zendy juga mengingatkan pentingnya prinsip non-diskriminasi. Zendy menyerukan, “Kita harus mengkaji lebih serius sebelum mencap anak dengan label ‘nakal’ atau ‘bermasalah’, jangan sampai justru kita menciptakan stigma yang merugikan mereka!” “Harus ada kriteria jelas. Kalau tidak, program ini malah bisa jadi bentuk diskriminasi,” tegasnya.

Sebagai solusi, ia menawarkan pendekatan berbasis hak anak yang lebih manusiawi. Alih-alih menghukum, pemerintah sebaiknya memberikan bimbingan dan pendampingan psikososial. Zendy menegaskan, “Kita harus melibatkan anak-anak dalam mengambil keputusan dan memperlakukan mereka sebagai pemegang hak, bukan sekadar sasaran hukuman!”

Zendy menegaskan, “Kita tidak boleh menyamakan pendidikan karakter sekadar dengan hukuman fisik atau tekanan militer! Anak-anak justru perlu kita berdayakan melalui pendekatan yang benar-benar memahami masalah mendasar yang mereka hadapi. “Peran psikolog, konselor, dan tenaga profesional lain sangat krusial di sini,” tambahnya.

Terakhir, ia mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dalam program ini. “Siapa yang bertanggung jawab mengawasi pelaksanaannya?

Dengan demikian, program kontroversial ini masih menyisakan banyak pertanyaan. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, alih-alih membentuk karakter, kebijakan ini justru berisiko merampas hak-hak dasar anak.

Exit mobile version