SEMARANG, Cinta-news.com – Polda Jawa Tengah akhirnya angkat bicara dan berjanji menindaklanjuti laporan keluarga DRP (15), seorang remaja asal Magelang yang menjadi korban dugaan salah tangkap, penyiksaan brutal, serta penyebaran data pribadi oleh oknum aparat Polres Magelang Kota. Janji ini memberikan secercah harapan bagi keluarga yang sedang berjuang menuntut keadilan.
Tanpa menunggu lama, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, langsung mengonfirmasi bahwa Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah menerima dan mencatat laporan tersebut. “Prinsipnya hari ini mereka ke SPKT dan laporan diterima,” tegas Artanto di kantornya pada Selasa (16/10/2025). Selanjutnya, ia menegaskan komitmen Polda bahwa penyidik akan mendalami semua dugaan serius ini. “Apabila terbukti ya akan diproses,” imbuhnya dengan sungguh-sungguh.
Kronologi Keluarga: Drama Penangkapan yang Semrawut
Berdasarkan penuturan keluarga yang emosional, kisah pilu ini berawal ketika DRP membeli bensin eceran di sekitar Alun-alun Kota Magelang. Tiba-tiba, aparat menyergapnya dan menuduhnya terlibat dalam aksi demonstrasi anarkis yang merusak fasilitas Polres Magelang Kota pada 29 Agustus 2025.
Namun, sang ibu, Dita, membantah keras tuduhan itu. “Anak saya sama sekali tidak ikut demo,” ungkapnya dengan suara bergetar. Ia lalu membeberkan alibi anaknya, “Malam itu dia hanya ingin berangkat ke acara puncak 17-an di desa. Temannya ajak COD jaket ke sekitar Rindam, tiba-tiba polisi menangkapnya.” Penangkapan ini terkesan gegabah dan tanpa prosedur yang jelas.
Babak Penyiksaan yang Mengerikan di Dalam Kantor Polisi
Lebih memilukan lagi, saat berada di dalam kantor polisi, DRP mengalami penyiksaan fisik yang keji. Keluarga menceritakan secara detail bagaimana anaknya menerima perlakuan tidak manusiawi. “Aparat mencambuk anak saya pakai selang, menamparnya, menendangnya, dan memukul dadanya sampai akhirnya dia mengakui perbuatan yang mereka tuduhkan,” tutur Dita dengan air mata berlinang. Tindakan aparat ini memaksa pengakuan di bawah siksaan, sebuah praktik yang jelas melanggar hukum.
Penyebaran Data Pribadi: Menambah Luka yang Sudah Dalam
Tragedi ini belum berakhir. Sehari setelah polisi membebaskan DRP, data pribadinya tersebar luas tanpa ampun. Mulai dari nama lengkap, foto, alamat rumah, hingga asal sekolahnya beredar di grup WhatsApp warga dengan label “Data Demo Anarkis yang Diamankan”. Penyebaran data ini semakin melukai keluarga dan merusak nama baik sang remaja. “Anak saya babak belur. Seseorang menyebar data-datanya di grup WhatsApp desa saya dengan tuduhan pelaku demo anarkis. Saya sangat terpukul dan sedih,” keluh Dita. Tindakan ini melanggar etika, Undang-Undang ITE, dan perlindungan data pribadi.
LBH Yogyakarta Turun Tangan, Desak Proses Hukum yang Tegas
Menyikapi ketidakadilan ini, keluarga korban meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Bersama penasihat hukumnya, mereka melaporkan seluruh peristiwa ini ke Polda Jateng untuk ditindaklanjuti.
Royan Juliazka Chandrajaya, penasihat hukum dari LBH Yogyakarta, menyampaikan kecaman keras. “Oknum polisi melakukan bentuk kesewenang-wenangan paling nyata kepada DRP,” tegasnya. Lebih lanjut, Royan menjelaskan bahwa tindakan oknum tersebut melanggar banyak aturan. “Tindakan itu tidak hanya melanggar prosedur hukum pidana, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan hak-hak anak sebagaimana konvensi internasional dan undang-undang nasional mengaturnya,” paparnya secara detail.
Di akhir pernyataannya, Royan berharap kasus ini menjadi titik balik. “Kasus ini harus membuka pintu untuk mengungkap kasus-kasus lain yang mungkin telah lumrah terjadi di Polres Magelang Kota,” tutupnya. Masyarakat berharap investigasi transparan dan proses hukum yang adil segera terwujud untuk memulihkan kepercayaan publik serta memberikan keadilan bagi DRP dan keluarganya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com