Cinta-news.com – PT Timah Tbk (TINS), salah satu BUMN tambang pelat merah terkemuka, sedang menghadapi tekanan yang sangat berat. Bahkan, Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, baru-baru ini membongkar fakta mengejutkan bahwa ribuan karyawannya terancam kehilangan pekerjaan jika target produksi tahun ini gagal mereka raih. Perlu kamu tahu, saat ini perusahaan memiliki lebih dari 4.000 karyawan, dan yang lebih mencengangkan, separuh dari jumlah tersebut atau sekitar 2.000 orang berisiko tinggi dirumahkan. “Kami sudah mendapat perintah tegas bahwa jika target tidak tercapai, separuh dari 4.000 karyawan itu tidak bisa lagi bekerja,” ungkap Restu secara blak-blakan dalam sebuah rapat terbuka di kantor DPRD Bangka Belitung, Sabtu (13/9/2025).
Selanjutnya, ancaman mengerikan ini bukanlah tanpa alasan. Faktanya, PT Timah telah gagal memenuhi target produksinya selama dua tahun berturut-turut. Lalu, apa penyebabnya? Ternyata, maraknya praktik penambangan ilegal telah menyebabkan kebocoran produksi yang sangat masif di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) perusahaan.
Kemudian, Restu pun membeberkan lebih detail. Menurutnya, masalah utama yang menghambat produksi adalah banyaknya penambang ilegal serta para kolektor yang dengan leluasa menampung hasil tambang dari area IUP PT Timah. Padahal, seharusnya mitra resmi perusahaan wajib menjual hasil tambangnya hanya ke PT Timah, bukan ke smelter atau peleburan lain. “Kami melihat bahwa yang paling diuntungkan dari operasional timah ini bukanlah rakyat kecil, melainkan kelompok kolektor. Karena itulah, peran kolektor akan kami perkecil,” tegas Restu dengan sangat serius.
Selain itu, untuk mengatasi semua masalah ini, PT Timah tidak tinggal diam. Perusahaan kini mengerahkan Satuan Tugas (Satgas) khusus tata kelola pertimahan. Bahkan, Satgas internal ini telah mendapat pelatihan intensif langsung dari Komando Pasukan Khusus (Kopasus) agar mereka lebih siap dan tangguh dalam menghadapi segala bentuk praktik ilegal di lapangan.
Lalu, bagaimana sebenarnya strategi PT Timah untuk mengejar target produksi yang tertinggal? Direksi perusahaan menargetkan produksi tahun 2025 mencapai 22.000 ton. Restu menyatakan optimisme yang tinggi bahwa dengan dukungan penuh dari Satgas, produksi tidak hanya akan membaik, tetapi bahkan bisa melonjak menjadi 30.000 ton pada 2026, dan mencapai 80.000 ton pada tahun-tahun berikutnya. “Kami tentu berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dengan karyawan maupun mitra tambang. Untuk itu, semuanya harus bekerja secara legal agar produksi bisa tercapai,” ujar Restu penuh harap.
Tidak hanya mengandalkan Satgas, perusahaan juga punya strategi lain. Mereka berencana memanfaatkan potensi mineral ikutan dari sisa hasil peleburan (SHP) berupa zirkon. Jumlah SHP ini diperkirakan mencapai ratusan ribu ton yang selama ini hanya menumpuk sebagai tailing atau tin slag. Produk turunan ini ternyata sangat berpotensi untuk digunakan di berbagai sektor industri, termasuk kesehatan. “Potensi tailing ini sudah banyak diminati investor,” kata Restu meyakinkan.
Sementara itu, dalam rapat bersama DPRD Bangka Belitung, berbagai kritik dan masukan konstruktif juga bermunculan. Anggota DPRD, Rina Tarol, mengingatkan PT Timah untuk tidak hanya bertindak sebagai penimbang, tetapi juga harus lebih aktif dalam menambang. Ia secara khusus menyoroti keluhan dari para mitra yang merasa harga jual timah terlalu murah dan masih maraknya praktik penyelundupan hasil tambang. Rina menyoroti keluhan para mitra karena harga jual yang terlalu murah dan rantai birokrasi yang berbelit. Kondisi ini akhirnya memicu mereka untuk menjual hasil tambang dari wilayah IUP PT Timah kepada pihak lain.
Selanjutnya, Rina juga mendorong PT Timah agar segera membangun smelter di Pulau Belitung. Tujuannya jelas, agar hasil tambang tidak lagi diselundupkan ke Bangka. “Jangan sampai Satgas tidak berjalan efektif, malah justru menjadi beban anggaran perusahaan,” pungkasnya tegas.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Babel, Eddy Iskandar, justru melihat sisi positifnya. Ia menilai bahwa peningkatan produksi hingga 30.000 ton akan memberikan dampak yang sangat positif bagi penerimaan daerah. “Penerimaan daerah bisa mencapai Rp300 miliar,” ujarnya dengan antusias.
Akhirnya, dengan maraknya tambang ilegal dan ancaman PHK massal yang mengintai, masa depan PT Timah sekarang sepenuhnya bergantung pada efektivitas kinerja Satgas serta komitmen kuat dari semua mitra tambang untuk bekerja secara legal. Direksi pun berharap seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, dapat mendukung langkah-langkah ini agar target produksi dapat tercapai, penerimaan negara meningkat, dan yang terpenting, ribuan karyawan tetap dapat bekerja dengan tenang. “Mumpung sekarang sudah ada Satgas yang sedang bekerja, mari kita maksimalkan agar produksi bisa berjalan lancar,” tutup Restu mengakhiri pembicaraan.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com