Cinta-news.com – Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menekankan satu hal penting. TNI AL harus membangun infrastruktur pertahanan yang matang terlebih dahulu. Baru setelah itu, mereka bisa mempertimbangkan akuisisi kapal induk legendaris dari Italia, ITS Giuseppe Garibaldi (C 551). Selain itu, Connie menyampaikan tanggapannya atas rencana TNI AL membeli kapal buatan Fincantieri itu. Kapal ini rencananya akan lebih fokus pada Operasi Militer Selain Perang (OMSP). “Ya, kita harus menyiapkan hal lain dulu. Namun yang terpenting, membeli kapal induk bukan sekadar tentang kapalnya. Ini tentang membangun sebuah ekosistem yang utuh. Oleh karena itu, kita harus benar-benar memastikan kelengkapan ekosistemnya,” jelas Connie saat diwawancarai pada Sabtu (13/9/2025).
Tak hanya berhenti di situ, Connie juga menjelaskan kebutuhan mendasar sebuah kapal induk. Sebuah kapal induk mutlak membutuhkan armada pendukung dan skuadron pesawat yang mumpuni. Sebagai contoh, rencana pembelian ITS Giuseppe Garibaldi memang bagian dari modernisasi. Akan tetapi, langkah yang lebih strategis adalah memperkuat Alutsista lainnya lebih dulu. TNI AL perlu menambah kekuatan kapal selam, kapal perang permukaan, dan kapal rudal. Mereka juga butuh sistem pengawasan maritim berbasis udara serta kemampuan siber. Alhasil, dengan semua komponen ini, Indonesia baru bisa membangun Angkatan Laut yang modern dan seimbang.
Selanjutnya, Connie mendefinisikan konsep ‘seimbang’ dengan jelas. Misalnya, TNI AL setidaknya harus mengoperasikan delapan kapal selam canggih seperti Scorpene. “Kapal induk ini bisa menjadi batu loncatan. Namun sekali lagi, apakah semua prasyarat sudah kita penuhi? Apakah kapal pendukungnya sudah siap?” tutur Connie. “Jadi intinya, jangan hanya tergoda memiliki kapal induk. Sementara itu, kapal selam modern kita hanya satu atau dua, dan itu pun belum sepenuhnya operasional. Frigat juga hanya sedikit dan sering bermasalah,” sambungnya.
Berdasarkan analisisnya, Connie merinci kebutuhan TNI AL. Mereka sangat membutuhkan sepuluh frigat canggih dengan sistem pertahanan udara dan anti-kapal selam mutakhir. “Kemudian, armada juga butuh korvet dalam jumlah memadai. Selain itu, Indonesia harus memiliki rudal anti-kapal jarak jauh seperti Brahmos,” ujarnya. “Tak kalah penting, TNI AL perlu drone maritim canggih dan minimal dua kapal serbu amfibi besar,” tambahnya.
Connie meyakini bahwa semua kapal pendukung ini akan meningkatkan pengaruh strategis TNI AL. Di samping itu, ia mengingatkan beberapa hal krusial sebelum memboyong kapal induk itu. Pasalnya, kapal induk harus selalu dikawal armada pendukungnya setiap berlayar. Dengan demikian, Connie tidak ingin TNI AL hanya fokus pada kapal induknya saja, tetapi melupakan pendukungnya.
Tak hanya armada laut, Connie juga mengingatkan kebutuhan pesawat tempur. ITS Giuseppe Garibaldi hanya dapat mengoperasikan jet tempur canggih seperti F-35. “Lalu pertanyaannya, pesawat tempur apa yang kita miliki? Jika tidak punya pesawat sekelas F-35, untuk apa kita memiliki kapal induk?” imbuhnya. “Perlu dipahami, kapal induk beroperasi sebagai bagian dari flotilla. Ia membutuhkan sistem pertahanan udara dan laut yang integral. Coba bayangkan, seperti apa sistem pertahanan udaranya? Kapal ini harus selalu dilindungi kekuatan udara,” tegasnya.
Selanjutnya, Connie mengingatkan soal pelatihan kru. Pengadaan kapal induk harus dibarengi pelatihan intensif untuk semua awaknya. Alasannya jelas, sebuah kapal induk membutuhkan jumlah kru yang sangat besar. Oleh sebab itu, pelatihan awak kapal dan prosedur operasi laut harus dipersiapkan dengan matang.
Lebih jauh lagi, Connie menyinggung doktrin TNI AL. Saat ini doktrinnya masih ‘onward looking’ atau berorientasi ke dalam. Padahal, mengoperasikan alutsista canggih membutuhkan doktrin ‘outward looking defense’. Perlu diketahui, doktrin baru ini mensyaratkan Angkatan Laut menjadi ‘blue water navy’ dengan kekuatan minimal satu kapal induk. Dengan begitu, satuan tugasnya bisa berlayar dan bertempur melintasi samudra. Mereka juga bisa melakukan serangan pendahuluan (pre-emptive strike) terhadap ancaman.
“Ibaratnya, kita membangun rumah. Tentu kita tidak bisa langsung mendesain interiornya mewah, sementara fondasinya tidak kuat,” kata Connie. “Nah, struktur pendukung itulah yang tadi saya bahas. Pada akhirnya, semua kapal pendukung harus kuat terlebih dahulu,” pungkasnya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com