MAGETAN,cinta-news.com – Warga RT 2 RW 3 Kelurahan Manis Rejo, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mengeluhkan polusi asap dari kegiatan Pabrik Gula Poerwodadie yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumah mereka.
Haryono (67), warga Kelurahan Manis Rejo, mengatakan debu hitam dari pembakaran PG Poerwodadie selalu memenuhi rumahnya saat buka giling.
“Setiap hari disapu sebentar ada lagi. Kalau ada hujan tidak seberapa parah. Langes (debu hitam) adanya kalau pabrik gula buka giling seperti ini. Biasanya sampai 3 bulan kondisi debu hitam kayak gini,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (10/6/2025).
Ketua RT 2 Siswanto mengaku, selama ini warga hanya mendapatkan kompensasi gula 1 kilogram saat mulai buka giling dan tutup giling.
Sementara terkait keluhan sebagaian warga yang mengalami sesak napas karena debu pabrik justru tidak mendapat fasilitas kesehatan.
“Warga hanya menerima kompensasi 1 kilogram gula saat buka dan tutup giling. Namun untuk masalah kesehatan seperti sesak napas akibat debu, perusahaan tidak pernah memberikan kompensasi,” katanya.
Konflik Energi Hijau vs Konservasi Laut Raja Ampat
Siswanto mengaku sudah menyampaikan keluhan warga ke pihak pabrik maupun ke pemerintah daerah, namun hingga saat ini permasalahan tersebut belum mendapat penyelesaian.
“Kalau pas giling arah angin itu pasti ke utara, jadi yang paling terdampak ya di wilayah utara di wilayah kami,” imbuhnya.
Klinik kesehatan warga
Manager Akutansi PG Poerwodadie Tri Kartika mengatakan, pihaknya telah melaksanakan kegiatan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Pesan Rahasia Prabowo-Megawati: PDIP Akan Berkoalisi?
seperti santunan dan pemberian sembako serta kegiatan sosial lainnya. Hal ini untuk memenuhi kewajiban sosial pabrik.
Menanggapi keluhan warga tentang sesak napas akibat debu Pabrik Gula Poerwodadi, perusahaan menyediakan klinik untuk masyarakat sekitar.
“Para pekerja pabrik yang mayoritas warga sekitar lebih banyak memanfaatkan klinik di lingkungan pabrik.Kita juga membuka pelayanan kesehatan kepada masyarakat di sekitar pabrik jika membutuhkan fasilitas kesehatan karena terdampak dari kegiatan pabrik,” katanya.
Tri Kartika menambahkan bahwa perusahaan telah memasang dust collector desk untuk mengurangi debu dari operasional pabrik gula.
Perusahaan mengukur dampak limbah secara rutin, termasuk polusi udara yang warga keluhkan setiap 3 bulan.
“Kita bekerja sama dengan lembaga bersertifikasi dan DLH dengan melakukan pengukuran dampak limbah ke udara setiap tahun dengan interval 3 bulan sekali. Hasil pengukuran masih menunjukkan angka di ambang batas. Kalau melebihi ambang batas kita pasti tidak boleh beroperasi,” pungkas Tri Kartika.