DEPOK, cinta-news.com – Cita-cita besar Argo Ericko Achfandi (19) untuk menjadi pengacara korporat dan membahagiakan sang ibu, Meiliana (48), kini tinggal kenangan.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu meninggal dunia dalam kecelakaan tragis di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Sabtu (24/5/2025) dini hari.
Christiano Pengarapenta Pengidahan Tarigan, mahasiswa FEB UGM, menabrak Argo dengan mobil BMW sekitar pukul 01.00 WIB di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Kecamatan Ngaglik.
Saat itu, Argo tengah dalam perjalanan pulang usai mengikuti kegiatan organisasi kampus. Ia dinyatakan meninggal di tempat.
Tiga hari setelah kejadian, Selasa (27/5/2025), polisi menetapkan Christiano sebagai tersangka dalam insiden tersebut.
Tak sekadar mengejar IPK
Menurut Meiliana, Argo bukan tipe mahasiswa yang hanya fokus pada nilai akademik.
Ia memiliki visi besar untuk menjadi pengacara hebat, percaya diri, dan memiliki jaringan luas.
Mahasiswa Indonesia di Harvard Tunggu Kepastian Trump
Karena itu, ia aktif dalam berbagai organisasi kampus.
“Kalau selama kuliah, memang beliau punya tujuan bahwa bukan hanya kuliah dan hanya selembar IPK. Tapi dia harus ditambahkan dengan organisasi,” kata Meiliana saat ditemui di rumah duka di Kalibaru, Cilodong, Kota Depok, Sabtu (31/5/2025).
Meiliana mengenang percakapan saat Argo meminta izin untuk aktif berorganisasi.
“(Dia bilang) ‘Bunda, aku mau ikut organisasi’, ‘Silakan. Tapi apakah kamu bisa dengan nilai?’, ‘Bisa, Bun’,” tuturnya.
Ia mengaku baru benar-benar menyadari betapa aktif dan berharganya sang anak setelah banyaknya karangan bunga dan cerita dari teman-teman Argo.
“Jujur memang saya tidak tahu banyak secara organisasinya. Saya baru bisa mengetahui setelah beliau sudah tidak ada dari teman-temannya, dari karangan bunga. Ternyata anak saya itu adalah sosok yang luar biasa hebat,” lanjutnya.
Impian menjadi corporate lawyer
Sejak awal, Argo telah merancang cita-cita menjadi corporate lawyer. Ia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk studi lanjut S2 melalui beasiswa LPDP.
“Sudah siapkan dari sekarang walaupun itu masih tiga tahun ke depan,” ujar Meiliana.
Cita-cita itu didasari oleh tekad Argo untuk membalas semua perjuangan ibunya dan memberikan kehidupan yang lebih baik.
Tidak ada firasat buruk menjelang kepergian Argo. Pada Sabtu pagi, Meiliana sempat menghubunginya untuk membangunkan salat Subuh, namun tak mendapat jawaban.
“Beliau meninggal, saya membangunkan shalat Subuh. Paginya, Sabtu pukul 07.39 WIB, saya membangunkan shalat Subuh. Sudah kesiangan juga itu,” ujarnya.
Percakapan terakhir mereka terjadi dua hari sebelumnya, Kamis (22/5/2025), bertepatan dengan ulang tahun Argo yang ke-19.
“Ulang tahun itu (terakhir komunikasi). (Waktu) Lebaran, ada apa ketemu. Kalau secara by phone, pada hari Kamis saat beliau ulang tahun. Itu saya komunikasi dua kali,” katanya.
Ia mengingat bahwa Argo kerap membalas pesan dengan jeda lama karena padatnya aktivitas.
“Pagi saya WhatsApp, malam baru (balas), itu pun sedikit. ‘Iya bun, aman’. Ternyata dengan begitu banyak kesibukan beliau, anaknya sangat bertanggung jawab,” tutur Meiliana.
Sosok panutan keluarga
Sang adik, Keefa Satria Achfandi (17), mengidolakan Argo sebagai panutan dan pembawa nama baik keluarga.
“Dia itu dikenal hebat oleh semua orang, dan juga atas prestasi-prestasi dia, dan juga kebaikan dia, juga perjuangan dia, dari semua tanggungan dan harapan orang-orang terdekat terhadap dia,” kata Keefa.
Keefa mengaku sulit percaya ketika pertama kali mendengar kabar duka tersebut.
“Jujur, kalau saya pertama kali mendengar kabar kalau abang saya sudah enggak ada, itu saya benar-benar enggak percaya ya,” ungkapnya.
Soal permintaan maaf dan proses hukum
Meiliana enggan berkomentar panjang ketika wartawan menanyakan apakah keluarga pelaku sudah meminta maaf.Ia mengaku masih dalam kondisi berkabung.
Kalau terkait itu, saya bilang, mohon maaf, memang kondisi saya masih berduka. Saya beban mental, psikis saya masih terasa. Jadi harap mohon dimaklumi untuk itu,” ucapnya.
Sementara itu, paman Argo, Achfas, membenarkan bahwa pihak Christiano sempat menyampaikan permintaan maaf secara tidak sengaja saat bertemu di Polresta Sleman. Namun, ia menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berjalan.
“Kami apresiasi niat, katakan bersilaturahmi ataupun dengan permintaan maaf, itu kami apresiasi. Tapi jalur hukum tetap. Ibunya pengin keadilan, transparansi, hingga kebenaran betul-betul diciptakan oleh aparat yang berwenang,” tegas Achfas.
“Ya sudahlah, kami juga sambil meyakinkan bahwa betul-betul proses hukum jalan dan pelaku sudah ada di sana, dan dilakukan penahanan,” tambahnya.
Meiliana juga memilih untuk tidak berkomentar panjang soal kabar adanya tawaran uang damai sebesar Rp 1 miliar dari pihak pelaku. Ia menegaskan, keadilan tetap menjadi yang utama.
“Pokoknya saya cuma bilang, proses hukum tetap berjalan. Saya hanya ingin mencari keadilan dan kebenaran untuk anak saya,” ujarnya.