cinta-news.com – Beberapa orangtua senang mengunggah tentang anak nya di media sosial (medsos), terutama seputar hal-hal yang baru dicapai.
Kendati demikian, ada pula orangtua yang juga membagikan hal-hal yang kurang menyenangkan tentang anaknya, seperti ketika mereka tidak lolos Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK).
Tidak jarang, unggahan di medsos juga mencakup ungkapan kekecewaan orangtua, karena anak mereka gagal UTBK.
Padahal, menurut psikolog anak di Mykidz Clinic Gloria Siagian, M.Psi., orangtua tidak perlu mengungkapkan kekecewaan mereka di media sosial.
Anggi menyarankan orang tua sebaiknya menyampaikan kekecewaan langsung kepada anak secara privat, bukan di media sosial,” jelasnya pada Minggu (1/6/2025).
Anggi menuturkan bahwa remaja kerap tidak nyaman ketika orang tua mengunggah informasi pribadi mereka di media sosial.
Baik itu unggahan yang menyatakan perasaan bangga maupun kecewa, penting bagi orangtua mempertimbangkan perasaan anak.
Anggi mempertanyakan, ‘Status di media sosial bisa terbaca oleh anak. Daripada sekadar mengunggah kekecewaan di status, lebih baik orang tua mengajak anak berdiskusi langsung untuk menyelesaikan masalah.’
Anak juga tidak bisa mengenali nada bicara orang tua saat mereka mengunggah status tersebut.
Mereka bisa berprasangka buruk dan menganggap bahwa ia gagal membuat ayah dan ibunya bangga, karena tidak lolos UTBK.
“Padahal, mungkin orangtuanya memang kecewa tapi bukan berarti mereka enggak bangga dengan anaknya. Anggi menjelaskan bahwa anak justru menangkap ketiadaan kebanggaan dari orang tua, karena mereka hanya menyampaikan kekecewaan tanpa memberikan penjelasan.
Gagal UTBK: Cegah Anak Menyalahkan Diri Sendiri
Bicarakan secara langsung
Orangtua boleh merasa kecewa ketika anaknya tidak lolos UTBK. Mereka pun boleh mengungkapkannya secara langsung.
Dengan begitu, anak bisa memahami bahwa orangtua tidak sepenuhnya kecewa dan tidak bangga dengan mereka.
Dengan dialog terbuka, orang tua dapat mengungkapkan perasaan mereka tentang hasil UTBK anak secara jujur, sementara anak juga mendapat kesempatan menyampaikan perspektifnya.
“Seperti, ‘mama juga kecewa sih, sama seperti kamu juga kecewa’. Beda kan? Karena anak mendengar nada, intonasi yang berempati. Kalau diungkapkan di media sosial kan enggak ada nuansa empatinya,” tutur Anggi.
Setelah saling mengungkapkan kekecewaan, orang tua dan anak perlu bersama-sama:
1. Menetapkan target realistis (misal: try out mingguan, fokus pada materi yang kurang dikuasai)
2. Menganalisis penyebab kegagalan (contoh: kurang latihan soal, manajemen waktu buruk)
3. Menyusun rencana perbaikan (seperti: ikut bimbel intensif, buat jadwal belajar harian)