cinta-news.com – Chris Pelkey, \\ berusia 37 tahun, pria yang tewas akibat tembakan dalam sebuah insiden di jalan raya yang terjadi di Arizona, Amerika Serikat, pada tahun 2021. Pengadilan baru menggelar persidangan kasus tersebut pada Mei 2025, meskipun tragedinya telah berlalu empat tahun.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Gabriel Horcasitas, terdakwa kasus penembakan, dalam sidang tersebut.
Namun, yang menjadi perhatian publik adalah “kehadiran” Pelkey di ruang sidang, pria yang sudah tewas 4 tahun lalu. Teknologi kecerdasan buatan (AI) memungkinkan hal ini.
Trump Ingin AS Produksi Tank dan Chip, Bukan Kaus dan Sepatu
Stacey Wales, saudari mendiang Pelkey, memanfaatkan rekaman suara, video, serta foto-foto sang kakak untuk membuat sebuah video pernyataan dengan bantuan teknologi AI. Jaksa memutar video tersebut di persidangan, menampilkan rekaman Pelkey seolah-olah ia memberikan kesaksian secara langsung.
Saya sangat menyesal bertemu Gabriel Horcasitas, pria yang menembak saya, dalam situasi seperti itu.Di kehidupan lain, kita mungkin bisa berteman,” ujar Pelkey dalam versi AI.
“Saya percaya pada pengampunan dan Tuhan maha pengampun,” lanjutnya.
Hakim Todd Lang, yang memimpin sidang kasus ini, tidak mempermasalahkan penggunaan AI dalam proses peradilan. Ia bahkan menilai bahwa teknologi tersebut dapat menjadi representasi dari korban.
Penggunaan AI dalam sidang ini juga tidak memengaruhi hasil putusan. Pengadilan baru saja memutar video pernyataan AI dari Pelkey setelah menjatuhkan vonis.
“Saya berterima kasih (pada AI). Walau Anda (Pelkey) sebenarnya marah, keluarga geram, saya mendengar pengampunan itu dan terasa tulus,” kata Lang.
Pengadilan Arizona kini menggunakan AI untuk berbagai kebutuhan, termasuk menyederhanakan bahasa putusan hukum demi kemudahan publik, menurut laporan KompasTekno yang mengutip BBC, Senin (26/5/2025).
Brasil Gunakan AI untuk Analisis Dokumen Hukum
Pemanfaatan kecerdasan buatan dalam proses hukum bukan hanya terjadi di Amerika Serikat. Pemerintah Brasil, pada Juni 2024, juga mulai menerapkan layanan AI dari OpenAI guna menganalisis dokumen hukum.
Pemerintah mengambil langkah ini untuk menghemat anggaran negara, khususnya dalam menangani perkara hukum.
AI buatan induk ChatGPT membantu pemerintah Brasil mengevaluasi kelayakan proses lebih lanjut suatu kasus.Dari analisis tersebut, kantor Jaksa Agung Brasil atau Advocacia-Geral da União (AGU) bisa menentukan keputusan akhir.
Lembaga terkait juga memanfaatkan teknologi AI untuk mengidentifikasi tren dan merumuskan tindakan strategis.
Kantor kejaksaan Brasil tidak merinci besaran biaya layanan AI tersebut. Namun, mereka menyatakan bahwa Microsoft menyediakan teknologi ini melalui platform komputasi awan Azure.
AGU menegaskan bahwa AI tidak akan menggantikan tenaga kerja manusia yang sudah ada, melainkan menjadi alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi.
Menurut pernyataan AGU kepada Reuters, ‘Sistem ini meningkatkan efisiensi dan akurasi, dengan petugas kami terus mengawasi semua proses secara manual.
Salah satu komponen pengeluaran terbesar dalam anggaran federal Brasil menyebut anggaran penanganan hukum.
Pemerintah memproyeksikan anggaran hukum untuk kasus tanpa banding mencapai 70,7 miliar real Brasil (Rp 213 triliun) pada 2025, meski AGU tidak merinci penyebab kenaikan biaya pengadilan.
Jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan lainnya yang diperkirakan mencapai 30 miliar real Brasil (sekitar Rp 90 triliun) per tahun. Dengan demikian, total anggaran hukum yang dibutuhkan pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 100 miliar real Brasil (sekitar Rp 301 triliun).
Jumlah tersebut juga melebihi 15 persen dana yang mengalokasikan pembayaran asuransi pengangguran serta tunjangan upah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.