Cinta-news.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mengejutkan mengumumkan penghentian sementara migrasi dari negara-negara “dunia ketiga”. Ia menyampaikan kebijakan kontroversial ini pada Kamis (27/11/2025) sebagai respons langsung atas insiden penembakan terhadap dua tentara Garda Nasional. Insiden tragis di Washington DC tersebut menewaskan satu personel dan melibatkan warga negara Afghanistan sebagai tersangka. Trump juga mengancam akan membatalkan jutaan status pengakuan imigran yang sebelumnya mantan Presiden Joe Biden berikan. Langkah keras ini jelas menandai eskalasi terbaru dalam kebijakan anti-imigrasi khas Trump.
Trump melontarkan pernyataan kebijakan barunya melalui unggahan media sosial. “Saya akan menghentikan sementara migrasi dari semua Negara Dunia Ketiga agar sistem AS dapat pulih sepenuhnya,” tulisnya. Ia secara langsung mengaitkan tragedi penembakan dengan keputusannya mengerahkan pasukan Garda Nasional ke ibu kota. Trump berargumen bahwa penembakan mungkin tidak akan terjadi jika Garda Nasional lebih efektif. Bahkan ia menambahkan pernyataan provokatif bahwa tersangka mungkin kesal karena tidak bisa melakukan kejahatan.
Sementara itu, penembakan pada Rabu (26/11/2025) tersebut bergaya penyergapan terencana. Peristiwa ini merenggut nyawa Sarah Beckstrom, anggota Garda Nasional Virginia Barat berusia 20 tahun. Rekan sesama tentara, Andrew Wolfe (24), kini masih berjuang dalam kondisi kritis. Trump mengonfirmasi bahwa FBI telah membuka penyelidikan internasional dengan dugaan terorisme.
Profil tersangka yang terungkap justru memperumit kasus ini. Tersangka bernama Rahmanullah Lakanwal (29) merupakan warga negara Afghanistan yang diduga mantan anggota Zero Units. Unit kontraterorisme elit ini pernah mendapat sokongan CIA di Afghanistan. Jaksa AS untuk Washington DC, Jeanine Pirro, membeberkan bahwa Lakanwal sengaja mengemudi dari negara bagian Washington menuju ibu kota. Sesampainya di lokasi, ia langsung menembakkan revolver Smith & Wesson kaliber .357 ke arah sekelompok tentara yang sedang berpatroli. Lokasi penembakan ini hanya berjarak beberapa blok dari Gedung Putih.
Merespons insiden ini, pemerintahan Trump mengambil langkah tegas. Joseph Edlow, Direktur Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS, menerima perintah untuk memeriksa ulang setiap Kartu Hijau. Pemeriksaan ketat ini menyasar pemegang kartu hijau dari negara-negara dalam daftar perhatian khusus. Edlow merujuk pada daftar 19 negara yang sebelumnya sudah Trump kenai pembatasan perjalanan, termasuk Afghanistan, Kuba, Haiti, Iran, dan Myanmar. Afghanistan mencatat lebih dari 116.000 pemegang Kartu Hijau di AS. Pasca-penembakan, pemerintahan Trump menghentikan seluruh pemrosesan aplikasi imigrasi dari negara tersebut.
Kebijakan Trump ini berpotensi mempengaruhi jutaan imigran. Data terbaru dari “Daftar Layak Dinaturalisasi” menunjukkan lebih dari 1,6 juta pemegang Kartu Hijau berasal dari negara-negara “Dunia Ketiga”. Kuba menyumbang jumlah terbanyak dengan sekitar 560.000 orang. Haiti menempati posisi berikutnya dengan 235.000 orang, sementara Venezuela menyusul dengan 153.000 pemegang Kartu Hijau. Kebijakan ini bukan sekadar wacana, melainkan telah menjadi realitas yang mengubah lanskap imigrasi Amerika Serikat secara drastis.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com











