Cinta-news.com – Bayangkan para nelayan yang menjadi pahlawan pangan kita justru harus berjuang ekstra hanya untuk mendapatkan haknya. Bukannya mendapat kemudahan, mereka malah menghadapi praktik nakal yang menyulitkan. Sebuah skandal mengejutkan akhirnya terbongkar di Pamekasan. Kondisi ini memaksa Pertamina turun tangan secara tegas. Persisnya pada Kamis, 6 November 2025, Pertamina Patra Niaga mengumumkan rencana pemberian sanksi keras kepada SPBU pelanggar aturan penjualan Biosolar bersubsidi. Sebelumnya pada Senin (3/11/2025), masyarakat melihat seorang sopir pikap membeli 30 jeriken solar dengan satu surat kuasa. Tidak berhenti di situ, beredar dugaan kuat tentang pungutan liar Rp 5.000 per jeriken yang dilakukan oknum petugas SPBU setempat.
Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus langsung mengambil sikap proaktif menanggapi temuan ini. Ahad Rahedi selaku Area Manager Communication, Relations & CSR menegaskan komitmen perusahaan untuk membersihkan diri dari praktik curang. “Kami akan berikan sanksi kalau ada yang melanggar,” ucapnya dengan keyakinan. Rahedi membeberkan bentuk sanksi tidak main-main dan akan menerapkannya secara bertahap. Pertamina akan memberikan surat peringatan resmi sebagai langkah awal. Jika pelanggaran berlanjut, perusahaan tidak segan mengganti suplai produk. Puncaknya, sanksi terberat berupa Pemutusan Hubungan Usaha siap mereka jatuhkan untuk SPBU bandel.
Rahedi juga menekankan mekanisme distribusi solar bersubsidi sudah memiliki aturan ketat. “Jumlah distribusi tergantung surat rekomendasi dari dinas setempat,” jelasnya. Setiap liter solar yang mengalir harus sesuai rekomendasi dinas perikanan untuk nelayan. Ia menegaskan aturan baku bahwa semua SPBU pelayan BBM bersubsidi dalam kemasan wajib mematuhi jumlah dalam surat rekomendasi. Pernyataan ini menutup semua ruang untuk penyelewengan.
Pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan turut menyuarakan keprihatinan yang sama. Syaiful Bari selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Pengawasan Perikanan Dinas Perikanan Pamekasan angkat bicara. Ia mengungkapkan setiap nelayan pemegang rekomendasi sudah mendapat persetujuan dari BPH Migas. “Kami berharap mereka menyalurkan sesuai kuota setiap surat rekomendasi yang kami berikan,” tegasnya. Bari memperingatkan penjualan solar luar ketentuan akan merugikan nelayan secara langsung. “Akibatnya, nelayan pemegang rekomendasi tidak akan memperoleh jatah solar di SPBU,” imbuhnya.
Sementara kedua pihak bersikap tegas, pihak tertuduh justru membantah semua alegasi. Sutrisno selaku pengawas SPBU Desa Larangan Tokol menyatakan semua distribusi berjalan sesuai aturan. “Kami sudah menyalurkan sesuai surat rekomendasi,” tuturnya. Tidak hanya membantah penjualan luar ketentuan, Sutrisno juga menyangkal adanya praktik pungutan liar. Namun bantahan ini justru bertolak belakang dengan informasi yang beredar di masyarakat. Banyak warga melaporkan SPBU ini sering mengalami kelangkaan Biosolar secara misterius. Kabar tentang pungutan liar Rp 5.000 per jeriken sebagai “pemulus” bagi nelayan juga semakin kuat terdengar.
Praktik tidak terpuji ini memaksa para nelayan mengeluarkan biaya tambahan tidak semestinya. Untuk mendapatkan hak yang negara jamin, mereka harus merogoh kocek Rp 5.000 per jeriken. Tindakan tegas Pertamina Patra Niaga patut kita dukung sebagai langkah memberantas mafia solar bersubsidi. Seluruh mata kini tertuju pada tindak lanjut investigasi dan penerapan sanksi. Masyarakat berharap keadilan benar-benar ditegakkan untuk melindungi nelayan dan menjaga kedaulatan energi bangsa.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com











