Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!
News  

Royalti Musik Bikin Pengusaha Karaoke Bandungan Semarang Kelabakan

Cinta-news.com – Lagi-lagi, masalah tarif royalti musik bikin heboh! Kali ini, para pengusaha karaoke di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, angkat bicara. Mereka geram dengan aturan royalti yang dinilai memberatkan. Bayangkan, tarif melonjak drastis, tapi perhitungannya tidak transparan. Di tengah ekonomi yang masih lesu, beban ini membuat pengusaha semakin tertekan.

WAMI Kirim Somasi Beruntun, Mediasi Sampai ke Polda Jateng

Handika Gusni Rahmulya, pengelola Citra Dewi Karaoke, mengaku pihaknya menerima tiga somasi dari Wahana Musik Indonesia (WAMI). Masalah ini akhirnya mereka bawa ke meja mediasi di Polda Jawa Tengah. “Kami dapat tiga somasi dan sudah mediasi di Polda,” ujarnya, Kamis (14/8/2025).

Ternyata, bukan hanya Citra Dewi yang terkena imbas. Diamond Karaoke juga menerima somasi serupa. Yang membuat mereka bingung, bagaimana cara WAMI menentukan klasifikasi ruangan dan menghitung besaran royalti?

Tarif Royalti Melambung, Pengusaha Kebingungan

WAMI menerapkan sistem klasifikasi yang membagi ruang karaoke menjadi empat jenis: kubus, family, eksklusif, dan hall. Untuk wilayah Bandungan, karaoke mereka masuk kategori eksklusif dengan tarif Rp 15 juta per ruang per tahun. “Kami tidak paham dari mana angka Rp 15 juta ini muncul. Bagaimana cara menghitungnya?” tanya Handika penuh keheranan.

Sebelum pandemi, tarifnya masih Rp 3 juta per ruang. Namun di tahun 2025, tiba-tiba melonjak menjadi Rp 15 juta! Padahal, tahun 2021-2022 usaha mereka sempat terpuruk karena Covid-19. Baru di 2024 mulai pulih, eh di 2025 langsung mendapat beban tarif yang tidak masuk akal. “Dulu hanya Rp 750 ribu, naik ke Rp 3,6 juta, sekarang Rp 15 juta. Ini sangat memberatkan!” protes Handika.

Harus Bayar Rp 960 Juta, Akhirnya Dibayar Rp 388 Juta Setelah Mediasi

WAMI membebankan total tagihan Rp 960 juta kepada Citra Dewi Karaoke, termasuk tunggakan tahun sebelumnya. Setelah negosiasi alot di Polda, mereka akhirnya membayar Rp 388 juta. Namun Handika masih kesal karena aturan ini terkesan tidak adil. “Kenapa hanya karaoke besar yang kena somasi? Yang kecil-kecil tidak disentuh sama sekali,” sindirnya.

Menurutnya, Bandungan hanya sebuah kecamatan, bukan kota metropolitan. Tarif setinggi itu tidak sesuai dengan skala usaha di sana. Kekhawatiran ini bahkan merembet ke sektor lain. “Hotel dan restoran juga khawatir. Nanti bus pariwisata yang memutar lagu juga kena royalti, bagaimana?” tambahnya.

Pengusaha Hotel di Mataram Ikut Merasakan Dampaknya

Nasib serupa menimpa pengusaha hotel di Mataram, NTB. Rega Fajar Firdaus, General Manager Grand Madani Hotel, mengaku hotelnya menerima tagihan royalti dari LMKN sejak Juli 2025. “Benar, tagihannya nyata. Banyak hotel anggota AHM juga menerima tagihan serupa,” katanya, Rabu (13/8/2025).

LMKN menagih Rp 4 juta per tahun. Jika tidak dibayar, ancaman pidana 10 tahun penjara atau denda Rp 4 miliar siap menghantui. “Ini yang membuat pengusaha stres. Langsung diancam pidana,” keluhnya.

Rega juga heran, mengapa TV di kamar hotel yang hanya fasilitas tambahan harus membayar royalti. “Ini kan bukan untuk tujuan komersial seperti karaoke. Tiba-tiba dapat tagihan Rp 4 juta,” ujarnya.

Intinya, para pengusaha ini meminta transparansi dan keadilan. Tarif royalti yang melambung tanpa dasar jelas membuat mereka kelabakan. Jika terus begini, bisa-bisa usaha mereka kolaps. Pemerintah dan lembaga terkait harus segera turun tangan sebelum ribuan lapangan kerja ikut terancam!

Dapatkan Berita Terupdate Lainnya di Exposenews.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *