Jakarta, Cinta-news.com – Masyarakat luas sedang mengamati dengan cermat langkah DPR RI yang menghapus tunjangan rumah para anggotanya. Namun, keputusan ini justru memicu gelombang kekecewaan karena gaji bersih yang diterima tetap sekitar Rp 65 juta per bulan. Berbagai kalangan kemudian menyampaikan reaksi mereka terhadap kebijakan yang dinilai masih timpang ini.
DPR RI sebelumnya mengabulkan empat dari 17+8 tuntutan warga yang memiliki batas waktu hingga Jumat (5/9/2025). Sayangnya, langkah ini tidak memenuhi ekspektasi publik. Sebagian besar masyarakat menilai keputusan tersebut belum menyentuh inti permasalahan yang selama ini mereka perjuangkan.
Dedi (41), warga Depok, secara terbuka mengkritik besaran gaji yang masih ia anggap tidak wajar. Ia membandingkan angka Rp 65 juta dengan pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia. Menurutnya, penghapusan tunjangan rumah hanya berupa gesture simbolis belaka.
“Nominal segitu masih sangat tidak masuk akal untuk ukuran negara kita. Bandingkan dengan UMR yang tidak sampai Rp 5 juta. Penghapusan tunjangan itu hanya seperti mengurangi setetes air di samudera,” tegas Dedi pada Sabtu (6/9/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebijakan ini tidak menyelesaikan akar masalah. “Ini hanya pencitraan semata. Selama 17+8 tuntutan utama belum terpenuhi, tidak akan ada perubahan berarti,” tambahnya dengan nada kecewa.
Di sisi lain, Nur Aisyah (29) dari Bekasi memberikan apresiasi terbatas atas langkah ini. Ia mengakui bahwa pemotongan fasilitas merupakan kemajuan kecil. Namun, ia menekankan bahwa langkah ini tidak serta-merta memulihkan kepercayaan publik.
“Memang ada progress, tapi jangan berharap kami langsung percaya. Gaji Rp 65 juta masih sangat tidak realistis. Masyarakat akan terus menuntut selama masalah lain belum terselesaikan,” jelas Nur dengan tegas.
Ia kemudian mengingatkan agar DPR tidak berpuas diri dengan langkah ini. “Mereka harus mendengar semua kritik masyarakat, bukan hanya memotong satu tunjangan lalu berhenti. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” imbuhnya.
Sementara itu, Laras (42) dari Semarang menyoroti kesenjangan yang semakin nyata. Ia membandingkan gaji fantastis anggota DPR dengan kondisi riil masyarakat kelas bawah. Ia berharap ada penyesuaian gaji yang lebih realistis dan berkeadilan.
“Semoga ada penurunan gaji yang signifikan. Kasihan rakyat kecil yang harus berjuang memenuhi kebutuhan dasar sementara para wakil rakyat hidup dalam kemewahan,” tutur Laras dengan nada prihatin.
Akhirnya, menjadi jelas bahwa langkah DPR ini justru memantik lebih banyak kritik. Masyarakat menginginkan perubahan substantif, bukan hanya langkah-langkah kosmetik yang tidak menyelesaikan masalah fundamental.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com