Cinta-news.com – Sebuah kasus penyekapan yang miris akhirnya menyentak publik. Tragedi ini menimpa pekerja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di sebuah panti jompo di kawasan Bantarjati, Bogor Utara. Korban bernama Marta (21) diduga kuat mengalami penyekapan dan penyiksaan oleh pihak panti jomponya sendiri. Ia bahkan harus menjalani hukuman fisik yang kejam berupa squat jump sebanyak 300 kali.
Kisah memilukan ini berawal dari candaan sederhana antara Marta dan rekannya, Regina (21) pada Rabu (8/10/2025). Saat itu, mereka berdua hanya iseng menyembunyikan tempat makan rekan kerja. Namun, alih-alih dianggap candaan, seseorang justru melaporkan aksi itu kepada pimpinan panti. Akibatnya, candaan receh ini berujung pada hukuman fisik yang tidak manusiawi.
Regina kemudian menceritakan detil kejadiannya. “Sorenya, pimpinan panti langsung memanggil kami berdua ke kantor,” ujarnya pada Sabtu (11/10/2025). “Sampai di kantor, tanpa memberi kami kesempatan berbicara, sang ibu pimpinan segera memerintahkan kami untuk melakukan squat jump 300 kali,” lanjutnya, menggambarkan kesewenang-wenangan itu.
Setelah menjalani hukuman fisik yang melelahkan itu, malapetaka justru berlanjut untuk Marta. Pihak panti kemudian menempatkannya di sebuah kamar kosong dan mengurungnya selama dua malam penuh. Sementara itu, Regina memilih hengkang karena tidak tahan dengan perlakuan tak manusiawi tersebut. “Saat aku memutuskan pergi, mereka masih mengurung Marta di kantor. Kemudian, kabar yang kudengar menyatakan mereka memindahkan Marta ke Blok C, sebuah kamar kosong,” tutur Regina.
Usai keluar dari panti jompo, Regina segera menuju kost kakaknya di Pamulang. Di sana, ia akhirnya mengadu dan menceritakan semua peristiwa pahitnya. Kemudian, kisah penyiksaan ini dengan cepat menyebar di grup WhatsApp keluarga asal NTT. Akhirnya, informasi ini memicu reaksi spontan dari kerabat korban di Jabodetabek. “Mendengar kabar itu, keluarga di Jabodetabek langsung bergerak cepat dan menjemput korban,” papar Regina. Hingga kini, Regina masih merasakan nyeri hebat di pahanya sebagai efek hukuman squat jump.
Di sisi lain, perwakilan keluarga korban, Romo Markus, mengecam keras tindakan pimpinan panti jompo. Ia menyatakan bahwa tindakan yang mereka bungkus sebagai “pembinaan” itu jelas melampaui batas kemanusiaan. “Dari kesalahan kecil, pimpinan panti mengambil tindakan ekstrem yang mereka klaim sebagai pembinaan. Nyatanya, tindakan itu sudah melampaui batas,” tegas Markus di Panti Jompo Bantarjati pada Jumat (10/10/2025) malam.
Berdasarkan penuturan Markus, pihak panti menahan Marta dan Regina selama dua malam dan memaksa mereka menjalani hukuman fisik berat. Akibatnya, salah satu dari mereka menyerah dan meminta pulang karena kondisi fisiknya drop. “Melihat kondisi kritis itu, keluarga pun langsung datang menjemput Marta dini hari,” jelas Markus. Lebih lanjut, ia menduga kuat terjadi penyiksaan selama masa penyekapan. “Kami menduga ada penyiksaan karena salah satu korban terlihat pincang dan jalannya seperti orang setengah mati, mungkin sebagai dampak squat jump 300 kali dan penyekapan,” imbuhnya.
Menyikapi kasus viral ini, kepolisian pun turun tangan. Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Aji Riznaldi Nugroho, membenarkan bahwa mereka telah menerima laporan dugaan penyekapan ini. “Saat ini, kami sedang gencar melakukan penyelidikan dan memeriksa para saksi. Hingga kini, sudah empat orang yang kami periksa,” ungkap Aji di Mako Polresta Bogor pada Jumat malam.
Menurut Aji, mereka menerima laporan resmi pada pukul 01.30 WIB di hari Jumat. Isi laporan itu menyebutkan dengan jelas bahwa pimpinan yayasan mengurung seorang pekerja di dalam kamar. “Berdasarkan laporan, kami memastikan bahwa mereka mengurung satu orang hanya karena diduga melakukan kesalahan pekerjaan,” tegasnya. Meskipun polisi telah berupaya melakukan mediasi, hasilnya masih buntu. “Oleh karena itu, kami akan terus memeriksa pihak yayasan dan saksi-saksi lainnya,” kata Aji.
Sementara itu, kuasa hukum pekerja asal NTT, Fransisco De Tango, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjemput 10 pekerja NTT, termasuk Marta dan Regina. Mereka melakukan proses penjemputan ini atas permintaan langsung para pekerja, dengan disaksikan Disnaker. “Kami sudah menjemput lima orang tadi malam, dan tiga orang lagi hari ini. Semua telah kami selesaikan secara kekeluargaan dengan disaksikan Disnaker,” ujar Fransisco pada Sabtu.
Ia juga menambahkan bahwa sebagian besar pekerja memilih berhenti bekerja dan pulang kampung setelah mendengar insiden mengerikan ini. “Banyak dari mereka trauma dan hanya ingin kembali ke keluarga,” katanya. Dari total pekerja, mereka telah berhasil menjemput tujuh orang, sementara dua lainnya masih dalam proses penanganan karena terkait langsung dengan kasus ini.
Pantauan terbaru di lokasi kejadian menunjukkan Panti Jompo Bantarjati yang letaknya hanya 10 meter dari Jalan Raya Pajajaran kini tampak sangat sepi. Hanya seorang petugas keamanan yang berjaga di depan lobi. Saat dimintai keterangan, pihak panti halus menolak memberikan penjelasan. “Mungkin nanti di waktu yang tepat kali ya,” ujar petugas keamanan tersebut, menghindari wawancara.
Keluarga korban dan kuasa hukum berharap besar Polresta Bogor Kota menangani kasus dugaan penyekapan ini secara profesional dan tuntas. Mereka berharap kasus ini memberikan efek jera kuat kepada pelaku. “Kami menegaskan bahwa semua pencari kerja, apa pun profesinya, wajib memperoleh perlakuan baik dan adil,” tegas Romo Markus, menutup pernyataannya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
**mind vault**
mind vault is a premium cognitive support formula created for adults 45+. It’s thoughtfully designed to help maintain clear thinking