Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!
News  

Gawat! Kualitas Susu & Keju Berubah Akibat Perubahan Iklim

Jakarta, Cinta-news.com – Krisis iklim ternyata tidak hanya mencairkan es di kutub, tetapi juga secara langsung mengancam piring dan gelas kita! Fakta mengejutkan terungkap bahwa produktivitas dan kualitas produk hasil peternakan serta perkebunan kini sedang terpuruk akibat fenomena global ini. Yang lebih mencengangkan, krisis ini bahkan sudah mengubah rasa susu dan keju yang kita konsumsi sehari-hari!

Pertama-tama, mari kita bahas dampak langsungnya pada peternakan. Peningkatan suhu bumi yang kian menjadi-jadi secara langsung memangkas nafsu makan sapi perah. Akibatnya, bukan hanya produksi susu yang merosot, tetapi komposisi dan rasanya pun berubah! Perubahan pada susu ini kemudian berimbas secara domino pada produk turunannya, terutama keju. Sebagai contoh nyata, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Franky Zamzani, mengungkapkan sebuah fakta mencengangkan dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan. “Sudah produksinya sedikit, akhirnya rasanya susu berubah. Itu sampai ke keju juga. Hebatnya, di Brasil, rasa keju berubah gara-gara perubahan iklim,” tutur Franky.

Selain itu, masalahnya tidak berhenti di nafsu makan sapi saja. Krisis iklim juga memberikan pukulan telak terhadap produktivitas, efisiensi penggunaan pakan, kebutuhan air minum ternak, dan bahkan mengubah kebiasaan merumput mereka di siang hari. Bayangkan, sapi-sapi itu sekarang lebih sering berteduh daripada makan karena panasnya terik matahari!

Tak cukup dengan dampak langsung, krisis iklim juga menghadirkan serangkaian dampak tidak langsung yang sangat berbahaya. Franky memaparkan bahwa gangguan dalam proses produksi peternakan kian menjadi-jadi. Selanjutnya, kualitas dan kuantitas pakan ternak juga memburuk drastis. Yang paling mengkhawatirkan, ternak menjadi jauh lebih rentan terinfeksi berbagai penyakit mematikan.

Lalu, apa solusi untuk menghadapi krisis multidimensi ini? Franky menekankan bahwa adaptasi adalah kunci utamanya. Salah satu strategi jitu yang ia usung adalah dengan mengintegrasikan kegiatan kehutanan, pertanian, dan peternakan (agro-silvopastura). Sistem ini tidak hanya menyediakan makanan dan perlindungan bagi ternak, tetapi sekaligus secara aktif mengurangi dampak buruk krisis iklim. Dengan kata lain, kita bisa menyelamatkan ternak sambil menyelamatkan bumi!

Di sisi lain, peran keanekaragaman hayati juga tidak boleh kita anggap remeh. Franky menjelaskan bahwa biodiversitas memegang peran penting dalam membangun ketahanan ternak. Singkatnya, keanekaragaman hayati dapat menciptakan ekosistem yang membuat ternak lebih kuat dan tahan banting dalam menghadapi suhu yang semakin panas.

Selain itu, kita juga harus berinovasi dalam hal pakan. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan terhadap perubahan iklim mutlak diperlukan. Dalam hal ini, Franky sangat merekomendasikan Indigofera zollingeriana. Alasannya, tanaman ini bukan hanya mudah dibudidayakan, tetapi juga toleran terhadap kekeringan. Lebih hebatnya lagi, Indigofera zollingeriana mampu mencegah erosi tanah dan mengembalikan kesuburan lahan. Bahkan, tanaman ini juga memiliki kualitas hijauan yang sangat tinggi, menghasilkan banyak biomasa, dan yang paling penting, ia tahan terhadap serangan hama.

Namun, bukan hanya peternakan yang menjadi korban. Perkebunan, khususnya kopi Arabika, juga merasakan dampak yang sangat serius. Peningkatan suhu secara global telah memukul produktivitas komoditas yang sangat dicari ini. Perlu kita pahami bersama, tanaman kopi Arabika hanya dapat tumbuh dengan optimal pada suhu maksimal 18 derajat celcius. Kini, para petani kebingungan karena suhu terus naik.

Franky kemudian menyampaikan keluh kesah yang ia dengar langsung dari para petani. “Kalau bicara kopi Arabika yang laku di dunia, di pasar ekspor. Itu punya tantangan harus, gimana caranya nih (menumbuhkan tanaman kopi Arabika), masa naik gunung lagi nanam kopi Arabika. Saya dengar dari teman-teman petani kopi,” tuturnya. Artinya, untuk mencari daerah yang cukup dingin, bukan tidak mungkin kita harus menanam kopi Arabika semakin tinggi ke atas gunung!

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa krisis iklim bukan lagi isu jauh di kutub atau di belahan bumi lain. Ia sudah ada di meja makan kita, dalam segelas susu, sepotong keju, dan secangkir kopi pagi. Oleh karena itu, langkah adaptasi dan mitigasi yang konkret harus segera kita laksanakan bersama-sama sebelum semuanya benar-benar berubah.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *