Cinta-news.com – Pemerintah kembali mengguncang dunia bisnis dengan sebuah janji revolusioner! Mereka berkomitmen memangkas habis segala kerumitan birokrasi ekspor yang selama ini membelit pelaku usaha. Kabar gembiranya, para eksportir kini tidak akan lagi terbebani oleh urusan administrasi yang ruwet ketika mereka ingin memanfaatkan berbagai perjanjian dagang internasional.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, dengan penuh semangat menegaskan sebuah terobosan besar. Menurutnya, para eksportir tidak perlu lagi repot-repot mengurus dokumen berbelit hanya untuk mendapatkan fasilitas tarif rendah. Bahkan, kebijakan mutakhir ini rencananya akan segera mereka terapkan dalam kerja sama dengan beberapa negara mitra strategis, terutama Kanada dan Uni Eropa.
Kepastian mengenai terobosan ini akhirnya muncul setelah pemerintah resmi menetapkan dua perjanjian dagang besar. Mereka berhasil menyelesaikan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) dan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement.
Budi dengan gamblang memaparkan fakta menarik tentang posisi Indonesia. Ia menyebut bahwa negeri kita sebenarnya sudah memiliki sangat banyak perjanjian dagang. Data terbaru menunjukkan sekitar 20 perjanjian sudah aktif berlaku, sepuluh lainnya masih menunggu proses ratifikasi, dan 16 perjanjian lagi saat ini sedang dalam tahap negosiasi yang intensif.
Namun sayang, meskipun jumlahnya terlihat sangat banyak, tingkat pemanfaatan perjanjian ini oleh pelaku usaha ternyata belum optimal. Fakta mengejutkan terungkap bahwa tingkat utilisasinya baru mencapai angka 60-70 persen saja.
“Kita ini sebenarnya sudah mempunyai banyak sekali perjanjian dagang,” ujar Budi dengan lugas dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Senin (29/9/2025). “Kalau tidak salah, ada sekitar 20 yang sudah kita implementasikan, kemudian juga sepuluh sedang menunggu ratifikasi dan 16 lagi masih dalam proses negosiasi.”
“Namun yang menjadi perhatian kami,” lanjutnya dengan nada prihatin, “tingkat pemanfaatannya masih jauh dari maksimal. Bahkan, beberapa perjanjian baru mencapai utilisasi 70 persen, atau malah hanya 60 persen.”
Untuk mengatasi masalah rendahnya utilisasi ini, Kementerian Perdagangan secara agresif menciptakan sebuah sistem yang benar-benar baru. Melalui sistem ini, proses ekspor dengan memanfaatkan fasilitas Surat Keterangan Asal (SKA) preferensi akan sepenuhnya berjalan secara otomatis.
Yang lebih menggembirakan lagi, dengan sistem otomatis yang sedang mereka bangun ini, para eksportir sama sekali tidak akan diberikan pilihan lain selain menggunakan SKA preferensi. Mekanisme dalam sistem akan secara cerdas menyesuaikan sendiri sehingga tarif terendah akan otomatis menguntungkan para eksportir.
“Lalu, bagaimana cara kerjanya?” papar Budi dengan penuh keyakinan. “Kami memutuskan dua hal strategis yang akan segera kita lakukan. Pertama, kita membuat kebijakan tegas bahwa ekspor dengan SKA preferensi itu nanti akan berjalan otomatis. Maksudnya, ketika Bapak-Ibu mau ekspor baja ke Kanada, misalnya, maka sistem tidak akan memberi pilihan lain. Bapak-Ibu harus menggunakan SKA preferensi. By system, jadi kamilah yang akan mengubah sistem dari hulu ke hilir.”
Oleh karena itu, para eksportir tidak perlu lagi pusing dan khawatir mempertanyakan apakah barang mereka memakai SKA preferensi atau tidak. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dengan sigap menata ulang seluruh mekanisme administrasi yang ada. Hasilnya, eksportir akan langsung menikmati tarif paling rendah, yang bahkan bisa mencapai nol persen.
“Jadi, Bapak-Ibu itu tidak perlu lagi tahu atau ribet menanyakan ini pakai SKA preferensi atau bukan,” tegas Budi. “Pokoknya Bapak-Ibu hanya perlu tahu bahwa yang didapat adalah tarif yang paling rendah. Kami akan mewujudkan ini melalui sistem dan sudah mengerjakannya selama 3 minggu terakhir.”
Meski demikian, Budi dengan jujur mengakui bahwa penerapan sistem otomatis yang canggih ini membutuhkan waktu penyempurnaan. Tantangan utama yang mereka hadapi adalah banyaknya jumlah perjanjian dagang dan aturan yang berbeda di tiap negara mitra.
“Kami menyadari proses ini butuh waktu karena masing-masing negara mitra memiliki perjanjian dan jumlahnya sangat banyak,” ujarnya dengan penuh tanggung jawab. “Namun, tanpa terobosan seperti ini, utilisasi perjanjian tidak akan pernah maksimal. Kami memahami ini adalah masalah administrasi, dan masalah administrasi harus pemerintah yang menyelesaikannya melalui Kementerian Perdagangan.”
Sebagai langkah pendukung, Indonesia bersama mitra dagangnya secara proaktif membentuk sekretariat atau tim khusus. Tim inilah nantinya yang akan bertindak sebagai penghubung resmi dalam implementasi seluruh kerja sama.
Budi memberikan contoh nyata dengan kesepakatan yang telah mereka jalin dengan Menteri Perdagangan Internasional Kanada. Dalam kesepakatan itu, kedua negara secara bersama-sama membentuk tim pendamping yang solid.
Mereka menilai kehadiran tim ini sangat penting untuk menjamin proses komunikasi yang jelas dan terarah. Dengan adanya tim ini, pihak Kanada atau Uni Eropa bisa langsung berkoordinasi dengan sekretariat tanpa harus kebingungan mencari-cari kontak resmi.
Demikian pula sebaliknya, para eksportir Indonesia tidak perlu lagi repot mencari jalur komunikasi sendiri ke pihak mitra. Mereka cukup menyampaikan semua kendala dan pertanyaan melalui Kementerian Perdagangan, yang kemudian akan meneruskannya langsung ke sekretariat mitra dagang.
Dengan seluruh langkah strategis ini, pemerintah berharap semua hambatan administrasi dapat teratasi dengan tuntas. Mereka optimis komunikasi akan menjadi lebih lancar, dan yang terpenting, setiap perjanjian dagang yang telah disepakati benar-benar mampu memberikan manfaat nyata bagi dunia usaha di Indonesia.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
