Cinta-news.com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati, mendorong Indonesia meniru gebrakan Korea Selatan. Negeri Ginseng itu akan memajang riwayat pelaku bullying dalam formulir pendaftaran kuliah mulai 2026. Esti menegaskan, Indonesia perlu segera menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pengawasan yang terukur. “Kebijakan Korsel ini layak kita contoh sebagai bentuk sanksi sosial,” tegasnya. Ia meyakini, sanksi yang jelas akan membuat pelaku berpikir ulang dan belajar mengendalikan diri.
Esti juga menyatakan bahwa memasukkan pencegahan bullying ke dalam RUU Sisdiknas adalah komitmen besar. Langkah ini bertujuan memperbaiki ekosistem pendidikan Indonesia secara struktural. “Bullying di sekolah bukan masalah disiplin biasa,” tegasnya. Masalah ini bersifat sistemik dan terkait dengan kualitas lingkungan belajar, kesehatan mental siswa, serta budaya sekolah yang belum menjunjung tinggi martabat anak.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati mengingatkan semua pihak untuk tidak meremehkan istilah bullying. Perilaku ini kian marak di kalangan remaja dengan berbagai bentuk. Mulai dari ejekan, pengucilan sosial, perundungan verbal, tindakan fisik, hingga cyberbullying. Oleh karena itu, regulasi ketat khusus untuk mengatasi bullying di sekolah sangat mendesak untuk diterapkan.
“Pengalaman regulasi pendidikan sebelumnya memberi pelajaran berharga,” papar Esti. Setiap regulasi membutuhkan mekanisme pengawasan yang jelas, sanksi tegas, dan regulasi turunan yang kuat. Tanpa elemen-elemen ini, aturan seringkali gagal diterapkan di lapangan.
Selain itu, Esti menekankan pentingnya meningkatkan kapasitas guru dalam memahami bullying. Setiap guru harus mendapat pembekalan khusus. “Pencegahan bullying mustahil berhasil jika kapasitas pelaksana di sekolah rendah,” paparnya. Guru perlu menguasai kompetensi konseling dan manajemen konflik. Sekolah juga harus melibatkan siswa dan orang tua, serta menerapkan SOP yang hidup.
Kabar baiknya, RUU Sisdiknas akan memuat bab khusus tentang perlindungan pelajar dari kekerasan dan perundungan. Langkah ini ditujukan untuk menciptakan landasan hukum yang jelas dalam pencegahan dan penanganan perundungan di lingkungan pendidikan. Dengan demikian, terciptanya ruang belajar yang aman dan nyaman bagi semua siswa bukan lagi sekadar impian.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
