Cinta-news.com – Misteri asal-usul kayu raksasa yang menjadi “aktor” penghancur dalam tragedi banjir bandang Batangtoru, Tapanuli Selatan, akhirnya mulai terkuak. Fakta mengejutkan pun terungkap; kayu-kayu tanpa kulit itu diduga kuat merupakan sisa aktivitas penebangan liar di hulu sungai. Banjir bandang yang menyapu kawasan perbatasan Batangtoru dan Tapanuli Tengah ini tanpa ampun meluluhlantakkan tiga desa, yaitu Aek Ngadol, Huta Godang, dan Garoga. Desa Garoga tercatat sebagai wilayah yang paling menderita dengan jumlah korban jiwa tertinggi. Sementara itu, video viral dari Huta Godang dengan jelas memperlihatkan bagaimana amukan air bah menghancurkan rumah-rumah penduduk.
Pada saat kritis, para korban yang berusaha menyelamatkan diri memilih untuk saling berpegangan tangan. Dengan semangat gotong royong, warga-warga itu kompak membentuk rantai manusia untuk bertahan dari sergapan arus ganas. “Kami semua keluar rumah untuk menyelamatkan diri karena air sudah sangat deras. Kami pun memutuskan untuk saling berpegangan tangan,” tutur Risna, warga Garoga, penuh pilu pada Rabu (27/11/2025). Risna kini berada di Puskesmas Batangtoru bersama putrinya. Dengan hati cemas, mereka terus mencari cucu perempuan Risna yang hilang sejak banjir menerjang. Data terbaru menunjukkan tim SAR telah menemukan 18 jenazah korban. Sebanyak 10 dari jenazah tersebut telah kembali ke keluarga masing-masing.
Namun, perjuangan heroik Risna berubah menjadi duka mendalam ketika kayu-kayu gelondongan mulai menerjang arus banjir. Pegangan tangannya dengan cucu tercinta terlepas, dan sang cucu—yang baru berusia lima tahun—ikut terseret arus ganas. “Cucuku masih lima tahun. Tolong bantu cari. Awalnya masih kupegang erat waktu banjir, tapi pegangan itu lepas karena kayu besar tiba-tiba datang menghantam,” ucapnya sambil menangis tersedu-sedu. Dengan mata sembab, Risna memeriksa satu per satu ruang perawatan dan deretan jasad korban, namun belum juga menemukan cucu kesayangannya. Setelah 10 menit pencarian mengharukan, ia akhirnya meninggalkan puskesmas dengan perasaan harap dan sedih yang campur aduk.
Temuan puluhan kayu tanpa kulit yang ikut menjadi “peluru” dalam banjir bandang ini memicu pertanyaan besar. Silalahi, warga Huta Godang, tegas mengungkapkan bahwa kayu-kayu “pembunuh” itu berasal dari tiga aliran sungai berbeda yang bermuara di Sungai Garoga. “Ada tiga sungai, termasuk Huta Godang. Ketiganya bertemu di Sungai Garoga, persis di sekitar jembatan perbatasan,” ujarnya dengan tegas. Menurut analisanya, ratusan batang kayu yang menghanyutkan segalanya itu jelas bukan pohon tumbang alami akibat longsor.
“Kayu-kayu inilah yang sengaja dibiarkan dan akhirnya terbawa banjir bandang. Kondisinya sangat mencurigakan; tidak seperti bekas rubuhan longsor, melainkan kulitnya sudah terkupas semua,” kata Silalahi menerangkan. Ia menambahkan bahwa kayu kondisi telanjang seperti itu sangat mungkin merupakan limbah aktivitas penebangan hutan. “Desanya Aek Bangir. Kayu-kayu ini jelas ditebang manusia. Bagian kayu yang bagus dan bernilai tinggi mereka angkut pakai mobil. Sisa kayu yang dianggap tidak layak jual justru dibiarkan berserakan,” ungkapnya tanpa ragu.
Silalahi pun menuding tegas aktivitas pembukaan lahan besar-besaran oleh sebuah perusahaan di daerah Sibabangun, Tapteng, yang berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit. “Perusahaan baru inilah dalangnya. Merekalah yang rakus menebangi pohon-pohon di hulu sungai. Sudah sepantasnya mereka bertanggung jawab penuh atas tragedi ini. Kayu-kayu penyebab banjir bandang mematikan ini sepenuhnya ulah mereka,” tutupnya dengan nada menuntut keadilan.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












coral casino santa barbara
References:
https://ajira.co.tz/profile/felixhouser370