cinta-news.com – Selama ini, depresi sering dianggap sebagai gangguan psikologis atau kelainan kimiawi di otak, namun temuan terbaru mengungkap bakteri usus juga dapat picu depresi.
Namun, sebuah studi baru dari Harvard Medical School dan Broad Institute menunjukkan bahwa penyebab depresi bisa jadi karena masalah di “perut” daripada “pikiran”.
Para ilmuwan mempublikasikan temuan mereka di Journal of the American Chemical Society dan melaporkan melalui Earth.com (12/6/2025)
KPK: Penggrebekan di Kemnaker Terkait Suap Pengurusan TKA
bahwa bakteri usus tertentu menghasilkan molekul pemicu peradangan yang berdampak pada kesehatan mental.
Hubungan bakteri usus dan depresi
Peneliti memfokuskan studi pada bakteri usus Morganella morganii, yang sebelumnya telah mereka kaitkan dengan diabetes tipe 2, penyakit radang usus, dan depres
Para peneliti ingin memahami bagaimana bakteri ini bisa memengaruhi gangguan suasana hati.
Melalui bioassay, tim peneliti membuktikan bakteri ini menghasilkan fosfolipid (lemak) yang tercemar DEA, sebuah kontaminan lingkungan.
Molekul baru ini mirip dengan cardiolipin, tetapi menggunakan DEA sebagai pengganti gliserol.
Sistem kekebalan tubuh mendeteksi molekul ini, mengaktifkan sensor TLR1 dan TLR2, lalu memicu pelepasan interleukin-6 (IL-6). Protein sinyal ini memicu peradangan dan berhubungan erat dengan depresi.
“Cerita mengenai hubungan antara mikrobioma usus dan depresi memang sudah ada, tapi studi ini membawa kita selangkah lebih maju untuk memahami mekanisme molekuler di balik hubungan itu,” kata Jon Clardy, profesor biokimia dan farmakologi molekuler di Harvard Medical School.
Kementerian LH Dorong Perusahaan Kertas Tingkatkan Pengelolaan Lingkungan demi Raih Proper Hijau
Peran kontaminan lingkungan
Penelitian ini juga mengungkap bahwa hanya molekul yang mengandung kontaminan DEA yang memicu respons IL-6 paling kuat.
Ini artinya, paparan kontaminan lingkungan dapat mengubah perilaku bakteri dalam tubuh kita, menciptakan zat yang menyalakan sistem kekebalan.
Berbagai industri banyak menggunakan DEA sebagai bahan kimia dalam produk pembersih, kosmetik, dan proses produksi.
Masyarakat di negara maju sulit menghindari paparan DEA.
Jika bakteri seperti M. morganii memodifikasi DEA menjadi pemicu imun, maka hal ini menambah satu lapisan baru dalam kaitan antara polusi, mikrobioma usus, dan sistem imun manusia.
Dalam jangka panjang, paparan sinyal peradangan seperti IL-6 bisa berdampak buruk pada otak.
IL-6 telah terbukti mengganggu jalur sinyal di area otak yang mengatur emosi, seperti hippocampus dan prefrontal cortex.
Hal ini memperkuat teori bahwa sebagian kasus depresi mungkin memiliki komponen peradangan atau autoimun, bukan semata-mata gangguan psikologis.
Penemuan penelitian ini membuka peluang pendekatan baru dalam mengatasi depresi.
Jika benar bahwa peradangan akibat bakteri usus turut berperan, maka terapi yang menargetkan sistem kekebalan, atau bahkan mikrobioma usus, bisa jadi lebih efektif bagi sebagian pasien untuk mengatasi penyebab depresi.