Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!
News  

TNI Harus Fokus Jaga Pertahanan, Bukan Duduki Jabatan Sipil! Aktivis HAM Bersuara Keras

JAKARTA, Cinta-news.com – Seorang Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Fatia Maulidiyanti, menyoroti banyaknya prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil. Sorotan ini muncul jelang putusan lima gugatan uji formal terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan putusan besok, Rabu (17/9/2025).

Sorotan Terhadap Prinsip Supremasi Sipil

Fatia mengingatkan kembali aspek politik dan tata negara di era reformasi 1998. Salah satu tuntutan utama reformasi adalah prinsip supremasi sipil. “Oleh karena itu, TNI harus kembali ke barak dan fokus pada pertahanan negara. Mereka tidak boleh mengurusi urusan sipil,” tegas Fatia dalam sebuah konferensi pers daring, Selasa (16/9/2025).

Minimalisir Keterlibatan Militer di Ranah Sipil

Fatia menjelaskan lebih lanjut. Prinsip ini harus menyasar penempatan anggota atau perwira aktif dalam jabatan sipil. “Kita perlu meminimalisir keterlibatan militer di jabatan-jabatan sipil. Misalnya di posisi kepala daerah, kementerian, BUMN, dan sejenisnya,” ujarnya.

Praktik ‘Penonaktifan’ yang Memperpanjang Rantai Impunitas

Tak Hanya Itu, Fatia juga menyoroti banyaknya perekrutan mantan militer di posisi strategis. Faktanya, saat ini banyak posisi komisaris di perusahaan, kementerian, hingga kepala daerah diisi oleh mantan militer. Yang lebih memprihatinkan, banyak perwira aktif yang sengaja dinonaktifkan hanya untuk menjadi kepala daerah. “Alhasil, praktik ini justru memperpanjang rantai impunitas,” tandasnya dengan prihatin.

Fatia mendesak MK mengabulkan gugatan terhadap UU TNI. Indonesia masih menyimpan banyak luka pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum tuntas. “Keberadaan militer dalam ranah sipil sangat berbahaya. Ini berpotensi mengulang sejarah kelam,” tuturnya sebagai peringatan.

Lima Gugatan Uji Formal Menunggu Putusan

Selanjutnya, lima gugatan uji formal terhadap UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI sedang menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (17/9/2025).

Secara khusus, Inayah Wahid dan koalisi masyarakat sipil mengajukan salah satu gugatan. Mereka secara resmi mengajukan gugatan uji formal pada 7 Mei 2025, sehingga gugatan ini mendapat nomor perkara 81/PUU-XXIII/2025.

Inti Gugatan: Pelanggaran Asas Pembentukan Peraturan

Para pemohon mempersoalkan pelanggaran asas fundamental dalam pembentukan peraturan. Asas-asas ini tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Asas-asas yang dimaksud meliputi:

  • Asas kejelasan tujuan
  • Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
  • Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
  • Asas dapat dilaksanakan
  • Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan
  • Asas kejelasan rumusan
  • Asas keterbukaan

Pentingnya Asas Keterbukaan

Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan pentingnya asas keterbukaan. Seluruh proses pembentukan peraturan harus transparan dan terbuka. Proses ini meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

Oleh sebab itu, semua lapisan masyarakat berhak memberi masukan. Sayangnya, proses pembentukan UU TNI ini mengabaikan partisipasi publik. Banyak pihak mengaku tidak terlibat dalam proses yang sangat krusial ini.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version