Cinta News – Kabar Terkini, Penuh Inspirasi!

Lamhot Sinaga Desak Pemerintah Revisi Regulasi, Simak Alasannya!

Cinta-news.com –Lamhot Sinaga Desak Pemerintah Revisi Regulasi. Lamhot Sinaga, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyatakan bahwa kita tidak boleh sepenuhnya menyalahkan perang dagang global atau kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump atas keterpurukan sektor industri nasional. Faktanya, kebijakan dalam negeri yang terlalu longgar terhadap impor dan lemahnya pengawasan justru menjadi akar masalahnya.

“Jangan selalu salahkan Trump”. Lamhot menuding PMK 131/2018 dan PMK 28/2018 sebagai biang kerok pelemahan manufaktur. ‘Kemenkeu harus segera revisi kebijakan ini agar paham ekosistem industri!’ tegasnya dalam siaran pers (27/5/2025).”

“Lamhot menekankan, pemerintah harus segera memperbaiki dua PMK ini sebelum ancaman PHK besar-besaran terjadi. “Kita wajib membenahi ini sekarang! Tidak ada alasan untuk menunda revisi PMK 131 dan 28 Tahun 2018,” tegasnya.*

Baca juga: Manfaat Bawang Merah untuk Rambut

Masalah Utama di Balik Dua PMK

“Lamhot menyalahkan PMK 28/2018 yang mengalihfungsikan PLB dari pendukung ekspor menjadi gerbang impor barang konsumsi. Akibatnya, produk impor – dari baju thrifting sampai elektronik murah – membanjiri pasar lokal.

Data mengejutkan menunjukkan, 16,4% impor pakaian jadi dan elektronik sepanjang Januari-Oktober 2024 masuk melalui Tempat Penimbunan Berikat (TPB) seperti PLB. “Ini ironis! Fasilitas yang seharusnya mendukung industri malah jadi jalur impor massal,” kritik Lamhot.

Dampaknya, industri lokal kewalahan bersaing dengan produk impor murah. Indikatornya jelas: Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia terus di bawah level 50 selama empat bulan berturut-turut di pertengahan 2024, bahkan menyentuh titik terendah 48,9 pada Juli 2024. Tak heran, PHK di sektor manufaktur melonjak drastis—dari 119.430 pekerja (2022) menjadi 370.769 (2023), dan menembus 1 juta lebih di 2024.

“Sementara itu, PMK Nomor 131 Tahun 2018 justru memperburuk keadaan dengan membolehkan penjualan produksi Kawasan Berikat ke pasar dalam negeri sampai 50% tanpa perlu rekomendasi dari Kemenperin.” “Ini seperti membiarkan barang non-ekspor membanjiri pasar tanpa kontrol,” sindir Lamhot. Apalagi, pencabutan Permenperin No. 36/2019 membuat Kemenperin kehilangan dasar hukum untuk mengawasi arus barang tersebut.

Solusi untuk Tekan Banjir Impor

Lamhot menuntut pemerintah memangkas batas penjualan Kawasan Berikat ke pasar domestik dari 50% menjadi 25% tanpa rekomendasi. “Lebih dari itu, wajib ada pengawasan ketat dari Kemenperin. Jangan biarkan produk lokal kalah oleh barang impor bebas bea,” tegasnya.

Selain itu, Ketua DPP Partai Golkar ini mendesak pemerintah mempercepat revisi Permendag No. 8/2024 untuk memperketat impor dan memblokir barang ilegal. “Target pertumbuhan ekonomi 8% mustahil tercapai kalau industri kita terpuruk,” imbuhnya.

Lamhot mendesak pemerintah memperluas pasar ekspor ke kawasan non-tradisional, termasuk Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan India. Di sisi lain, ia menekankan pentingnya memberlakukan SNI wajib dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). “Ini bukti nyata keberpihakan pada industri lokal,” ujarnya.

Kembalikan Fungsi Kawasan Berikat!

Lamhot mengingatkan, Kawasan Berikat seharusnya difokuskan untuk barang setengah jadi atau bahan baku, bukan barang jadi impor. “Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin kita menghadapi deindustrialisasi. Produk lokal tidak akan sanggup bersaing,” tandasnya.

Jelas, langkah cepat diperlukan sebelum industri manufaktur semakin terpuruk. Revisi regulasi bukan lagi pilihan, tapi keharusan!

Exit mobile version